Sebanyak 60 bayi di Desa Jendi dan Desa Keloran,
Kecamatan Selogiri, Wonogiri, dideteksi menderita gangguan kesehatan akibat
menghirup merkuri dari pengolahan pertambangan rakyat di wilayah setempat. Hal
itu disimpulkan berdasarkan hasil penelitian pemerhati lingkungan hidup dari
Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dan Universitas Gadjah Mada (UGN)
Yogyakarta. Pemerhati lingkungan hidup dari Undip, Onny Setiani, mengatakan
pertambangan rakyat di Selogiri berdekatan dengan pemukiman penduduk. Hal ini
menyebabkan merkuri yang terkandung dalam logam emas dapat membahayakan warga
setempat, karena merkuri yang dihirup manusia dapat mengakibatkan kerusakan
sistem saraf terutama bagi ibu hamil dan anak-anak.
Hasil uji laboratorium terhadap sampel berupa rambut
60 bayi di Desa Jendi dan Desa Keloran menunjukkan para anak balita tersebut
menderita gangguan kesehatan akibat menghirup merkuri dari pengolahan
pertambangan emas milik rakyat yang tersebar sebanyak 353 unit pertambangan di
sekitar kedua desa tersebut. Hal ini diperparah karena sebagian pengolahan
pertambanagan emas dilakukan di pemukiman penduduk. (Wicaksono, 2014).
Pertambangan emas di Desa Jendi Kecamatan Selogiri
Kabupaten Wonogiri merupakan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Kegiatan
penambangan dilakukan dengan cara tradisional tanpa teknik perencanaan yang
baik dan menggunakan peralatan seadanya dengan membuat terowongan dan sumur
bawah tanah mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas
tinggi. Urat kuarsa yang mengandung biji emas ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm,
selanjutnya digiling dengan alat gelundungan (trommel) sampai berbentuk serbuk pasir.
Kemudian diolah dengan teknik amalgamasi, yaitu mencampur serbuk pasir urat
kuarsa dengan Merkuri membentuk amalgam (alloy). Amalgam kemudian dipisahkan
melalui proses penggarangan (pemijaran) sampai didapat logam paduan emas dan
perak (bullion), sebelumnya dicuci dengan menyemprotkan air pada campuran
amalgam kemudian diperas dengan kain parasut. Semua proses pencampuran dengan
menggunakan Hg seperti di atas, dilakukan oleh pekerja tanpa menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung tangan karet, sepatu boot dan
pakaian panjang. Seluruh proses yang dilakukan di atas, sampai dengan
mendapatkan emas murni dibutuhkan waktu sekitar 10 jam.
Tailing atau limbah penambangan dari proses amalgamasi yang
banyak mengandung merkuri langsung dibuang ke lingkungan (sungai) tanpa
diproses terlebih dahulu, sehingga sangat memungkinkan menyebabkan pencemaran
bagi lingkungan. Selain itu, lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat
membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri merupakan
satu-satunya logam yang mengalami biomagnifikasi melalui rantai makanan dan
sangat mudah mengalami transformasi menjadi bentuk - bentuk organik yang lebih
toksik (metil - merkuri, dimetil - merkuri, etil - merkuri, dan lain - lain).
Dampak dari pengolahan emas yang masih sederhana ini
sudah dirasakan oleh masyarakat, dimana salah satunya adalah menimbulkan
pencemaran pada sumber air bersih (sumur) yang ada di sekitar lokasi
penambangan, pada Tahun 2005 tim survei dari Universitas Sebelas Maret (UNS)
Surakarta melakukan pengambilan dan pemeriksaan salah satu air sumur yang
berada di sekitar pengolahan bijih emas dan hasilnya dinyatakan positif telah
tercemar merkuri (Hg). Berdasarkan hasil pemeriksaan keracunan merkuri yang
dilakukan oleh tim dari Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta,
pada survei terdahulu bulan Mei 2009 terhadap 10 penambang emas di Desa Jendi
Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri di peroleh hasil bahwa 5 orang (50 %) penambang ditemukan adanya
kandungan Merkuri di dalam darahnya dengan kadar antara 50 - 200 ìg/lt. Hal ini
dapat memberikan gambaran bahwa penambang emas tradisonal memiliki risiko untuk
terpapar merkuri yang dalam jangka pendek maupun jangka panjang akan
berpengaruh terhadap kesehatan diri dan keluarganya. (Rianto, Settiani, & Budiyono, Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Keracunan Merkuri pada Penambang Emas Tradisional di Desa
Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri, 2012).
Merkuri
ditulis dalam simbol kimia Hg atau Hydragryum yang berarti perak cair (liquid
silver) yang merupakan logam yang sangt berat berbentuk cair pada temperatur
kamar, berwarna putih keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup
baik, tetapi kurang baik dalam menghantarkan panas. Merkuri membeku pada
temperatur -38.9 oC dan mendidih pada temperatur 357 oC.
Pada tabel periodika unsur kimia, merkuri menempati urutan nomor atom 80 dan
mempunyai bobot atom 200, 59. (Rianto, Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri
pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten
Wonogiri, 2010)
Secara
umum, merkuri memiliki sifat-sifat berikut :
a. Berwujud
cair pada suhu kamar (25oC) dengan titik beku paling rendah -39oC;
b. Masih
berwujud cair pada suhu 396oC, pada temperatur ini telah terjadi
pemuaian secara menyeluruh;
c. Merupakan
logam yang paling mudah menguap dibandingkan dengan logam yang lain;
d. Tahanan
listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkannya sebagai logam yang
sangat baik untuk menghantarkan daya listrik;
e. Dapat
melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang disebut juga amalgam;
f. Merupakan
unsur yang sangat beracun bagi semua mahluk hidup, baik dalam bentuk unsur
tunggal ataupun dalam bentuk persenyawaan.
Dalam
bidang kesehatan kerja, dikenal istilah keracunan akut dan keracunan kronis.
Keracunan akut didefinisikan sebagai suatu bentuk keracunan yang terjadi dalam jangka
waktu singkat atau sangat singkat. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi
apabila individu atau biota secara tidak sengaja menghirup atau menelan bahan
beracun dalam dosis atau jumlah besar. Sedangkan keracunan kronis didefinisikan
dengan terhirupnya atau tertelannya bahan beracun dalam dosis rendah tetapi
dalam jangka waktu yang panjang. Keracunan kronis lebih sering diderita oleh
para pekerja di tambang-tambang. Beberapa hal terpenting yang dapat dijadikan
patokan terhadap efek yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh, adalah
sebagai berikut :
· Semua
senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh, apabila berada dalam jumlah yang
cukup;
· Senyawa
merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang berbeda pula dalam daya
racun, penyebaran, akumulasi dan waktu retensi yang dimilikinya di dalam tubuh;
· Biotransformasi
tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau dalam tubuh
organisme hidup yang telah kemasukan merkuri, disebabkan oleh perubahan bentuk
atas senyawa - senyawa merkuri dari satu tipe ke tipe lainnya;
· Pengaruh
utama yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim
dan merusak selaput dinding (membran) sel, keadaan itu disebabkan karena
kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung
belerang, yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.
Kerusakan
yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen.
Sampai sekarang belum diketahui cara efektif untuk memperbaiki kerusakan fungsi
- fungsi itu. Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan sistem
syaraf, yang memang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri. Manifestasi
klinis awal intoksikasi merkuri didapatkan gangguan tidur, perubahan mood
(perasaan) yang dikenal sebagai “erethism”, kesemutan mulai dari daerah sekitar
mulut hingga jari dan tangan, pengurangan pendengaran atau penglihatan dan
pengurangan daya ingat. Pada intoksikasi berat penderita menunjukkan gejala
klinis tremor, gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, jalan sempoyongan
(ataxia) yang menyebabkan orang takut berjalan. Hal ini diakibatkan terjadi
kerusakan pada jaringan otak kecil (serebellum). Keracunan pada ibu hamil dapat
menyebabkan terjadi mental retardasi pada bayi atau kebodohan, kekakuan
(spastik), karena zat metil merkuri yang masuk ke dalam tubuh perempuan hamil
tersebut tidak hanya mencemari organ tubuhnya sendiri, tetapi juga janin yang dikandungnya
melalui tali pusar, oleh karena itu merkuri sangat rentan terhadap ibu hamil,
ibu menyusui dan mereka yang menderita gangguan neurologis dan mental organik
atau fungsional. (Budiono, Jusuf, & Pusparini, 2003).
Merkuri
yang terhisap dapat lewat udara berdampak akut atau terakumulasi dan terbawa ke
organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkitis, hingga rusaknya paru-paru.
Pada keracunan merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga
tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan
sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang lebih dapat berakibat pada
degenerasi sel-sel saraf di otak kecil. (Edward, 2008).
Penggunaan
merkuri dalam waktu lama menimbulkan dampak gangguan kesehatan hingga kematian
pada manusia dalam jumlah yang cukup besar. Meskipun kasus kematian sebagai
akibat pencemaran merkuri belum terdata di Indonesia hingga kini namun diyakini
persoalan merkuri di Indonesia perlu penanganan tersendiri. Tentu saja hal ini
sebagai akibat dari pengelolaan dan pemanfaatan yang tidak mengikuti prosedur.
Pengaruh merkuri terhadap kesehatan manusia dapat diurai sebagai berikut :
1. Pengaruh
terhadap fisiologis.
Pengaruh
toksisitas merkuri terutama pada Sistem Saluran Pencernaan (SSP) dan ginjal
terutama akibat merkuri terakumulasi. Jangka waktu, intensitas dan jalur
paparan serta bentuk merkuri sangat berpengaruh terhadap sistem yang dipengaruhi.
Organ utama yang terkena pada paparan kronik oleh elemen merkuri dan
organomerkuri adalah SSP. Sedangkan garam merkuri akan berpengaruh terhadap
kerusakan ginjal. Keracunan akut oleh elemen merkuri yang terhisap mempunyai
efek terhadap sistem pernafasan sedang garam merkuri yang tertelan akan
berpengaruh terhadap SSP, efek terhadap sistem kardiovaskuler merupakan efek
sekunder.
2. Pengaruh
terhadap sistem syaraf.
Merkuri
yang berpengaruh terhadap sistem syaraf merupakan akibat pemajanan uap elemen
merkuri dan metil merkuri karena senyawa ini mampu menembus blood brain barrier dan dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible
sehingga mengakibatkan kelumpuhan permanen. Metilmerkuri yang masuk ke
dalam pencernaan akan memperlambat SSP yang mungkin tidak dirasakan pada
pemajanan setelah beberapa bulan sebagai gejala pertama sering tidak spesifik
seperti malas, pandangan kabur atau pendengaran hilang (ketulian).
3. Pengaruh
terhadap ginjal.
Apabila
terjadi akumulasi pada ginjal yang diakibatkan oleh masuknya garam anorganik
atau phenylmercury melalui SSP akan menyebabkan naiknya permiabilitas epitel
tubulus sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi ginjal (disfungsi ginjal).
Pajanan melalui uap merkuri atau garam merkuri melalui saluran pernafasan juga
mengakibatkan kegagalan ginjal karena terjadi proteinuria atau nephrotic
syndrom dan tubular necrosis akut.
4. Pengaruh
terhadap pertumbuhan.
Terutama
terhadap bayi dan ibu yang terpajan oleh metilmerkuri dari hasil studi
membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan
gandum yang diberi fungisida, maka bayi yang dilahirkan mengalami gangguan
kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang,
microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta dan gangguan menelan.
Keracunan
akut timbul dari inhalasi dalam konsentrasi tinggi uap merkuri atau debu.
Pneumonitis interstitialis akut, bronkitis dan brokiolitis dapat timbul pada
inhalasi uap merkuri secara akut. Jika konsentrasi uap merkuri cukup tinggi,
pajanan menimbulkan dada rasa berat, nyeri dada, kesulitan bernafas, batuk.
Pada ingesti menimbulkan gejala rasa logam, mual, nyeri abdomen, muntah , diare
, nyeri kepala dan kadang-kadang albuminuria. Kematian dapat timbul kapan saja.
Dalam tiga atau empat hari kelenjar liur membengkak, timbul gingivitis,
gejala-gejala gastroenteritis dan nefritis muncul. Garis gelap merkuri sulfida
dapat terbentuk pada gusi meradang, gigi dapat lepas, dan ulkus terbentuk pada
bibir dan pipi. Pada kasus sedang, pasien dapat mengalami perbaikan dalam satu
sampai dua minggu. Pada kasus lebih berat akan berkembang gejala-gejala
psikopatologi dan tremor otot, ini akan menjadi tipe kronik dan gejala
kerusakan neurologi dapat menetap. Pada umumnya kasus akut pajanan terjadi pada
konsentrasi 1,2 – 8,5 mg/m3. Toksisitas merkuri pada ginjal dapat
timbul dengan tanda awal proteinuria
dan
oliguri sebagai gagal ginjal. Pajanan alkil merkuri onsetnya timbul secara
perlahan tetapi progresif pada sistem saraf, dengan gejala awal berupa rasa
kebas pada ekstremitas dan bibir. Kehilangan kontrol koordinasi dengan tungkai,
ataxia, tremor dan kehilangan pergerakan yang baik. Pengurangan lapangan
pandang, kehilangan pendengaran sentral, kekakuan otot , spastik dan refleks
tendon yang berlebihan dapat juga terjadi.
Triad
klasik pada keracunan kronik uap air raksa adalah eretisme, tremor, dan
stomatitis. Gejala-gejala neurologis dan psikis adalah yang paling
karakteristik. Gejala dini nonspesifik (anoreksia, penurunan berat badan, sakit
kepala) diikuti gangguan-gangguan yang lebih karakteristik; iritabilitas
meningkat, gangguan tidur (sering terbangun, insomnia), mudah terangsang,
kecemasan, depresi, gangguan daya ingat, dan kehilangan kepercayaan diri.
Masalah-masalah yang sifatnya lebih serius seperti halusinasi, kehilangan daya
ingat total, dan kemunduran intelektual, tidak terlihat kini. Tremor merkuri
adalah tipe campuran (tremor menetap dan intensional), pertama kali tampak
sebagai tremor halus kelopak mata yang tertutup, bibir dan lidah serta
jari-jari. Tulisan tangan menjadi kacau, tidak teratur dan sering tak terbaca.
Tremor tersebut berlanjut ke lengan dan akhirnya seluruh tubuh. Keracunan berat
sering berakibat kelainan bicara terutama mengenai pengucapan. Tanda-tanda
neurologis lain termasuk kulit bersemu merah, perspirasi meningkat dan
dermatografia. Gingivitis kronik sering terjadi dan dapat menyebabkan hilangnya
geligi, kelenjar liur membengkak dan merkuri diekskresikan pada air liur.
Walaupun tingkat akumulasi merkuri ginjal tinggi, kerusakan ginjal jarang
terjadi. Deposit air raksa pada kapsul anterior lensa mata menimbulkan bayangan
coklat kelabu atau kuning dari lensa. Keracunan akibat kerja dengan
senyawa-senyawa aril merkuri (fenil) dan metoksietil organik sangat jarang.
Efek-efeknya serupa dengan efek yang timbulkan oleh merkuri anorganik. Di
samping itu, senyawa-senyawa ini dapat menyebabkan dermatitis toksik.
Jalur pajanan dari merkuri ke dalam tubuh turut
mempengaruhi bentuk gangguan yang ditimbulkan, penderita yang terpapar dari uap
merkuri dapat mengalami gangguan pada saluran pernafasan atau paru - paru dan gangguan berupa kemunduran
pada fungsi otak. Kemunduran tersebut disebabkan terjadinya gangguan pada
korteks. Garam - garam merkuri yang masuk dalam tubuh, baik karena terhisap
ataupun tertelan, akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran
pencernaan, hati dan ginjal. Dan kontak langsung dengan merkuri melalui kulit
akan menimbulkan dermatitis lokal, tetapi dapat pula meluas secara umum bila
terserap oleh tubuh dalam jumlah yang cukup banyak karena kontak yang berulang
– ulang.
Dari
beberapa data pada manusia maupun hewan menunjukkan bahwa metil merkuri segera
diserap melalui saluran cerna. Sampai 80 % uap senyawa metil merkuri seperti
uap metil merkuri klorida dapat diserap melalui pernafasan. Penyerapan metil merkuri
dapat juga melalui kulit. (Widowati, Sastiono, & Raymond, 2008). Merkuri setelah
diabsorbsi di jaringan mengalami oksidasi membentuk merkuri divalent (Hg2+)
yang dibantu enzim katalase. Inhalasi merkuri bentuk uap akan diabsorbsi
melalui sel darah merah, lalu ditransformasikan menjadi merkuri divalen (Hg2+).
Sebagian akan menuju otak, yang kemudian diakumulasi di dalam jaringan.
Absorbsi dalam alat gastrointestinal dari merkuri anorganik asal makanan kurang
dari 15 % pada mencit dan 7 % pada manusia, sedangkan absorbsi merkuri organik
sebesar 90 – 95 %. Konsentrasi merkuri terbesar ditemukan dalam paparan merkuri
anorganik dan merkuri uap, sedangkan merkuri organik memiliki afinitas yang
besar terhadap otak, terutam korteks posterior. (Halida, 2002)
Dari
segi toksisitas, konsentrasi dalam darah merupakan indikator yang sesuai dari
dosis yang diserap dan jumlah yang ada secara sistematik. Metil merkuri terikat
pada haemoglobin, dan daya ikatnya yang tinggi pada hemoglobin janin berakibat
tingginya kadar merkuri pada darah uri dibandingkan dengan darah ibunya. Dari
analisis, konsentrasi total merkuri termasuk bentuk merkuri organik, merkuri
pada darah tali uri hampir seluruhnya dalam bentuk termetilasi yang mudah masuk
ke plasenta. Suatu transport aktif pada
sawar darah otak diperkirakan membawa metil merkuri masuk ke dalam otak. Dalam
darah, logam yang sangat neurotoksik ini terikat secara eksklusif pada protein
dan sulfhidril berbobot molekul rendah seperti sistein. Asam amino yang penting
pada rambut adalah sistein. Metil merkuri yang beraksi dan terikat dengan gugus
sulfhidril pada sistein kemudian terserap dalam rambut, ketika pembentukan
rambut pada folikel. Tetapi membutuhkan waktu paling tidak sebulan untuk dapat
terdeteksi dalam sampel potongan rambut pada pengguntingan mendekati kulit
kepala. (Yanuar, 2000)
Metil
merkuri dapat dimetabolisme menjadi metil anorganik oleh hati dan ginjal. Metil
merkuri dimetabolisme sebagai bentuk Hg++ . Metil merkuri yang ada
dalam saluran cerna akan dikonversi menjadi merkuri anorganik oleh flora usus. (Yanuar, 2000)
Eksresi
merkuri dari tubuh melalui urin dan feses dipengaruhi oleh bentuk senyawa
merkuri, besar dosis merkuri , serta waktu paparan. Ekskresi metil merkuri
sebesar 90 % terjadi melaluii feses, baik paparan akut maupun kronis. (Widowati, Sastiono, & Raymond, 2008).
Bentuk
Merkuri
|
Oral
Reference Doses/ RfD (mg/kg-day)
|
Inhalation
Reference Concentration/ RfC (mg/m3)
|
Rating
Bobot Kanker
|
Mutagen
Sel
|
Karakterisasi
Toksisitas
|
Elemental
|
n/aa
|
0.0003b
|
D, tidak diklsifikasikan untuk karsinogenitas pada
manusia
|
Sedikit bukti
|
Tidak cukup bukti pada manusia, cukup bukti pada
hewan
|
Anorganik
|
0.0003c (mercuric chloride)
|
Tidak terverifikasid
|
C, ada kemungkinan karsinogen pada manusia
|
Cukup bukti
|
Tidak cukup bukti
|
Organik
|
0.0001e (methyl-mercury)
|
n/a
|
C, ada kemungkinan karsinogen pada manusia
|
Ada bukti kuat
|
Cukup bukti untuk manusia dan hewan
|
aNot
available; data belum tersedia hingga saat ini
bEfek
kritis berupa toksisitas syaraf pada orang dewasa (tremor tangan, gangguan
ingatan, disfungsi sistem imun)
cEfek
kritis pada toksisitas ginjal akibat akumulasi merkuri pada ginjal
dData
tidak mencukupi untuk perhitungan RfC
eEfek
kritis toksisitas neurologi pada keturunan wanita yang terpajan, RfD dihitung
menggunakan benchmark dose (10%)
Sistem syaraf merupakan target utama dari toksisitas
merkuri, tetapi di samping itu ada organ target lain seperti ginjal, hati, dan
paru-paru. Dosis yang tinggi dapat menyebabkan fatalitas pada manusia, sedangkan
pada dosis yang rendah, merkuri dapat menimbulkan dampak serius terhadap sistem
syaraf, kardiovaskuler, imunitas dan reproduksi. Efek yang dapat ditimbulkan berupa
tremor, terganggunya penglihatan dan pendengaran, kelumpuhan, insomnia, dan
ketidakstabilan emosi. Selama kehamilan, merkuri dan senyawanya menembus
lapisan plasenta dan dapat mengancam perkembangan fetus, dan pada akhirnya akan
menyebabkan gangguan mental pada masa kanak-kanak.
Tabel 1. Target Organ Merkuri dan Efeknya
Organ
Target
|
Efek
yang Ditimbulkan
|
Sistem Syaraf
|
Gangguan mental, gangguan penglihatan dan
pendengaran, gangguan fungsi motorik, gangguan fungsi otak, degradasi IQ
|
Sistem Kardiovaskuler
|
Tekanan darah tinggi, ketidaknormalan denyut
jantung, meningkatkan risiko serangan jantung
|
Sistem imunitas, sistem reproduksi, hati, dan
ginjal
|
Gangguan dan disfungsi Sistem imunitas, sistem
reproduksi, hati, dan ginjal
|
Ion merkuri menyebabkan pengaruh toksik
karena terjadinya proses presipitasi protein yang menghambat aktivitas enzim
dan bertindak sebagai bahan yang korosif. Merkuri juga terikat oleh gugus
sulfhidril, fosforil, karboksil, amida, dan amino, dimana dalam gugus tersebut
merkuri menghambat reaksi enzim. (Widowati, Sastiono, &
Raymond, 2008).
Pengaruh toksisitas merkuri pada manusia tergantung dari bentuk komposisi
merkuri, dosis, rute masuknya ke dalam tubuh, usia manusia yang terpapar
(sebagai contoh janin dan anak kecil lebih rentan). (Gradjean & al, 2005).
Merkuri secara kimia terbagi menjadi
tiga jenis yaitu merkuri elemental, merkuri anorganik, dan merkuri organik.
Merkuri elemental berbentuk cair dan menghasilkan uap merkuri pada suhu kamar.
Uap merkuri ini dapat masuk ke dalam paru-paru jika terhirup dan masuk ke dalam
sistem peredaran darah. Merkuri elemental ini juga dapat menembus kulit dan
akan masuk ke aliran darah. Namun jika tertelan merkuri ini tidak akan terserap
oleh lambung dan akan keluar tubuh tanpa mengakibatkan bahaya. Merkuri anorganik
dapat masuk dan terserap oleh paru-paru serta dapat menembus kulit dan juga dapat
terserap oleh lambung apabila tertelan. Banyak penyakit yang disebabkan oleh merkuri
anorganik ini bagi manusia diantaranya mengiritasi kulit, dan juga mata dan
membran mucus. Merkuri organik dapat masuk ketubuh melalui paru-paru, kulit dan
juga lambung.
Merkuri apapun jenisnya sangatlah
berbahaya pada manusia karena merkuri akan terakumulasi pada tubuh dan bersifat
neurotoxin. Merkuri yang digunakan pada produk-produk kosmetik dapat
menyebabkan perubahan warna kulit yang akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik
hitam pada kulit, iritasi kulit, hingga alergi, serta pemakaian dalam dosis
tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak secara permanen, ginjal, dan gangguan
perkembangan janin, bahkan pemakaian dalam jangka pendek dalam kadar tinggi
bisa menimbulkan muntah-muntah, diare, kerusakan paru-paru, dan merupakan zat
karsinogenik yang menyebabkan kanker. (Wurdiyanto, 2007).
Toksisitas merkuri dapat terjadi dalam
tiga bentuk yaitu :
1.
Merkuri
metal
Rute utama dari pajanan merkuri metal
adalah melalui inhalasi; sebanyak 80 % merkuri metal disabsorpsi. Merkuri metal
dapat di metabolismekan menjadi ion anorganik dan dieksresikan dalam bentuk
merkuri anorganik. Organ yang paling sensitif adalah system syaraf (peripheral
dan pusat). Gejala neurotoksik spesifik adalah tremor, perubahan emosi (gugup,
penurunan percaya diri, mudah bersedih), insomania, penurunan daya ingat, sakit
kepala,penurunan hasil pada tes kognitif dan fungsi motorik. Gejala dapat bersifat irreversibel jika terjadi peningkatan durasi dan atau dosis
merkuri. (Widowati, Sastiono, &
Raymond, 2008)
2.
Merkuri
Anorganik
Merkuri memiliki afinitas yang tinggi
terhadap fosfat, sistin, dan histidil rantai samping dari protein, purin,
pteridin dan porfirin, sehingga Hg bisa terlibat dalam proses seluler.
Toksisitas merkuri umumnya terjadi karena interaksi merkuri dengan kelompok
thiol dari protein. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa konsentrasi rendah ion
Hg+ mampu menghambat kerja 50 jenis enzim sehingga metabolism tubuh bisa
terganggau dengan dosis rendah merkuri. Garam merkuri anorganik bisa
mengakibatkan presipitasi protein, merusak mukosa, alat pencernaan, termasuk
mukosa usus besar, dan merusak membran ginjal ataupun membran filter
glomerulus, menjadi lebih permeabel terhadap protein plasma yang sebagian besar
akan masuk ke dalam urin. Toksisitas akut dari uap merkuri meliputi gejala
muntah, kehilangan kesadaran, mulut terasa tebal, sakit abdominal, diare
disertai darah dalam feses, oliguria, albuminuria, anuria, uraemia, ulserasi,
dan stomatis. Toksisitas garam merkuri yang larut bisa menyebabkna kerusakan
membran alat pencernaan, eksanterma pada kulit, dekomposisi eritrosit, serta
menurunkan tekanan darah. Toksisitas
kronis dari merkuri anorganik meliputi gejala gangguan sistem syaraf, antara
lain berupa tremor, terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan rontok, anemia,
albuminuria, dan gejala lain berupa kerusakan ginjal, serta kerusakan mukosa
usus. (Halida, 2002)
3.
Merkuri
Organik
Alkil merkuri ataupun metil merkuri
lebih toksik dibandingkan merkuri anorganik karena alkil merkuri bisa membentuk
senyawa lipolhilus yang mampu melintasi membran sel dan lebih mudah diabsorbsi
serta berpenetrasi menuju sistem syaraf, toksisitas merkuri organik sangat
luas, yaitu mengakibatkan disfungsi blood
brain barrier, merusak permeabilitas membran, menghambat beberapa enzim,
menghambat sistesis protein, dan menghambat penggunaan substrat protein. Namun demikian,
alkil merkuri ataupun metil merkuri tidak mengakibatkan kerusakan mukosa
sehingga gejala toksisitas merkuri organik lebih lambat dibandingkan merkuri
anorganik. Gejala toksisitas merkuri organik meliputi kerusakan sistem syaraf
pusat berupa anoreksia, ataksia, dismetria, gangguan pandangan mata yang bisa
mengakibatkan kebutaan, gangguan pendengaran, konvulsi, paresis, koma, dan
kematian. (Widowati, Sastiono, &
Raymond, 2008).
Menurut IPCS batas tolerir kadar merkuri
dalam tubuh manusia meliputi ; dalam darah 8
µmol/l, rata - rata merkuri dalam urine
4 µg/l dan dalam rambut berkisar antara 1-2 µg/kg. Kadar yang berbahaya dalam
darah jika melebihi 200 µmol/l, dalam urine melebihi 500 µg/l, dan konsentrasi
merkuri pada rambut bila melebihi dari 1 µg/g akan menunjukkan intoksikasi merkuri.
Sedangkan menurut ACGIH Tahun 1998 mereka yang tidak terpapar secara berarti,
yaitu masyarakat pada umumnya maka kadar
merkuri dalam urine tidak lebih dari 15 µg/lg-kreatin, ambang batas merkuri
dalam darah 15 µmol/l dan dalam urine 15 µg/lg-kreatin. Hingga saat ini belum
ada standar international mengenai tingkat kandungan merkuri dalam darah yang dikategorikan
normal, angka 8 µmol/l yang digunakan IPCS bukanlah batas tertinggi kadar
merkuri diperbolehkan melainkan nilai mean untuk penduduk dunia. (Rianto,
Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri pada
Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten
Wonogiri, 2010).
Sedangkan Konsentrasi untuk merkuri metalik atau uapnya di udara 0,1mg/m3
dan untuk persenyawaan - persenyawaan organik 0,01mg/m3 di tempat kerja dimana
pekerjanya bekerja selama 8 jam per hari. (Suma'mur, 1998).
Kriteria World Health Organization
menyatakan bahwa kadar normal Hg dalam darah berkisar antara 5 µg/l – 10 µg/l,
dalam rambut berkisar antara 1 mg/kg – 2 mg/kg, sedangkan dalam urine
rata-ratan 4 µg/l. Menurut Swedish Export Group kadar normal merkuri dalam
darah adalah 200 µg/l dan kadar normal merkuri dalam rambut adalah sepermpat
dari kadar dalam darah yaitu 50 µg/g.
International Committee of Occupatinal Medicine, kadar batas normal
merkuri dalam darah untuk seseorang yang tidak mengkonsumsi ikan adalah 2 ppb,
sedangkan untuk pengkonsumsi ikan antara 2 – 20 ppb. Konsetrasi aman merkuri dalam darah adalh
0.000005 mg/g,sedang di rambut konsentrasi normal aman adalah 0.01 mg/g, dengan maksimal
konsentrasi adalah 0.0001 mg/g. Karena sifatnya yang sangat
beracun, maka U.S. Food and Administration (FDA) menentukan pembakuan atau
Nilai Ambang Batas (NAB) kadar merkuri yang ada dalam air sungai, yaitu sebesar
0,005 ppm. (International Agency for Reserach on Cancer WHO, 1993). Food and Drug Administration (FDA)
mengestimasi pajanan merkuri dari ikan rata-rata 50 ng/kg/hari atau kira-kira
3,5 Ig/hari untuk orang dewasa dengan berat badan rata-rata (70 kg). Secara
alamiah kandungan merkuri di lingkungan adalah sebagai berikut: Kadar total Hg
udara = 10 – 20 ng/m3 untuk udara outdoor di kota. Kadar total merkuri air
permukaan = 5 ppt = 5 ng/l dan kadar total Hg dalam tanah 20 – 625 ppb. (Heryando, 2008).
Biomarker dapat digunakan untuk memperkirakan
pajanan (jumlah yang diabsorpsi atau doses internal), efek-efek bahan kimia dan
kerentanan pada individu, dan dapat diaplikasikan apakah dari makanan,
lingkungan atau tempat kerja. Biomarker dapat digunakan untuk melihat hubungan
sebab akibat dan dosis- respon dalam esesmen risiko, diagnosis klinis dan
tujuan monitoring.
Biomarker pajanan yang umum digunakan
adalah pemeriksaan kadar Hg dalam darah, urine dan rambut. Alat yang digunakan
untuk pemeriksaan kadar Hg adalah: Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
untuk memeriksa total merkuri dalam makanan, darah, urine rambut dan jaringan.
Gas Chomatography Electron - Capture untuk memeriksa metil merkuri dalam
makanan, jaringan dan cairan biologi. Neutron Activation untuk memeriksa total
merkuri dalam semua media.
Secara biologis merkuri dapat
berakumulasi pada rantai makanan (food chain), dan pada akhirnya akan kesehatan
manusia. Masuknya merkuri ke dalam tubuh selain melalui udara, juga dari
makanan dan air. Pajanan dalam waktu lama akan mengakibatkan adanya penumpukan
merkuri di dalam jaringan tubuh yang mengakibatkan keracunan sistem
syaraf.
Pajanan merkuri yang bersifat khronik
terhadap ibu hamil akan mengakibatkan bayi lahir cacat. Rambut merupakan salah
satu jaringan tubuh manusia yang dapat mengakumulasi merkuri. Kadar merkuri
dalam rambut dapat merupakan salah satu indikator tingkat kandungan merkuri
dalam tubuh dan dapat digunakan untuk menilai sejauh mana kontaminasi merkuri
pada penduduk.
Ada 3 bentuk biomarker yaitu:
a.
Biomarker pajanan: merupakan
bahan eksogenus atau metabolitnya atau hasil dari interaksi antara agen
xenobiotik dan beberapa molekul atau sel target yang diukur dari bagian dalam
suatu organisme.
b. Biomarker
efek: sesuatu yang bisa diukur secara kimiawi, fisiologi, perilaku atau
perubahan lain dalam organisme yang tergantung pada cakupan, dapat dikenal
sebagai asosiasi dengan kerusakan kesehatan atau penyakit.
c. Biomarker
kerentanan merupakan suatu indikator dari inheren atau kemampuan yang
diperlukan dari organisme untuk merespon suatu tantangan dari pajanan bahan
xenobiotik. Kriteria World Health Organization (1990) menyatakan bahwa kadar
normal Hg dalam darah berkisar antara 5 – 10 µg/l, dalam rambut berkisar antara
1 – 2 mg/kg, sedangkan dalam urine rata-rata 4 µg/l.
Cara yang akurat dan reliabel untuk
mengukur Hg dalam tubuh karena pajanan merkuri dan senyawanya adalah tes kadar
Hg dalam darah, urine, rambut dan air susu ibu. Tes ini untuk
menghitung/rnemperkirakan dampak negatif kesehatan yang akan muncul oleh pajanan
merkuri dalam bentuk senyawa Hg yang berbeda-beda.
Darah dan urin digunakan sebagai marker,
apakah seseorang terpajan oleh merkuri metal atau merkuri anorganik. Untuk
pajanan metil merkuri darah diambil beberapa hari setelah pajanan, karena
sebagian besar bentuk-bentuk Hg dalam darah akan turun 50 % setiap 3 hari jika
pajanan dihentikan. Oleh karena itu kadar merkuri dalam darah merupakan
informasi yang sangat bermanfaat untuk pajanan yang baru terjadi dibanding
pajanan jangka panjang. Rambut dan darah sebagai indikator keracunan metil
merkuri. Untuk fetal, rambut ibu dan darah tali pusat sebagai indikatornya.
Ekskresi metil merkuri diubah menjadi merkuri anorganik dan keluar rnelalui
feses. (Lestarisa, 2010)
Berdasarkan hasil pembahasan maka
penulis memberikan saran sebagai berikut :
a.
Instansi Dinas Kesehatan dan
Badan Lingkungan Hidup
1.
Melakukan penyuluhan kesehatan
kerja terpadu secara terus menerus dengan materi bahaya merkuri bagi kesehatan
dan penatalaksanaan kegiatan penambangan emas tanpa izin, misalnya dengan
menyebarkan brosur dan pamphlet tentang bahaya penggunaan merkuri, melakukan
pertemuan dengan pimpinan masyarakat penambangan untuk menyampaikan informasi
mengenai teknologi penambangan emas yang ramah lingkungan.
2.
Pemerintah perlu membantu para
penambang dan memberikan jalan keluar agar penambangan dapa dilakukan secara
ramah lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan penambang
yaitu dengan memberikan subisidi kepada penambang dengan menyediakan tempat
penampungan limbah merkuri yang sudah digunakan agar limbah tersebut tidak
langsung dibuang kesungai tetapi dapat dicari jalan keluar dengan meningkatkan
kembali kemampuan merkuri dalam memisahkan emas sehingga dapat dimanfaatkan
kembali dalam proses penambangan selanjutnya.
b.
Penambang
Diharapkan kesadaran penambang dalam
upaya mengurangi dampak bahaya merkuri yaitu dengan lebih memperhatikan aspek
kesehatan dan keselamatan kerja dalam proses penambangan emas yaitu dengan
menggunakan alat pelindung diri secara lengkap dan adekuat untuk meminimalisir
tingkat pemaparan merkuri.
c.
Masyarakat
Diharapkan peran serta masyarakat dalam
upaya mengurangi dampak dari pemaparan yang mengakibatkan keracunan merkuri
dengan pola hidup bersih dan sehat misalnya dengan melakukan penyaringan
terlebih dahulu sebelum menggunakan air sungai untuk keperluan mandi dan
memasak.
REFERENSI
Budiono, S., Jusuf, R., & Pusparini, A. (2003). Higiene
Perusahaan, Ergonomi, Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja. Semarang: Vadan
Penerbit universitas Diponegoro.
Edward. (2008). Pengamatan Kadar Merkuri di
Perairan Teluk Kao (Halmahera) dan Perairan Anggai (Pulau Obi). Maluku
Tenggara: UPT Loka Konservasi Biota Laut Tual, LIPI.
Gradjean, P., & al, e. (2005). Umbilical Cord
Mercury Concentrations as Biomaker of Prenatal Exposure to Methyl Mercury. Environmental
Health Perspective.
Halida, L. S. (2002). Toksikitas Merkuri dan
Penangannya. USU Digitalized Library.
Heryando, P. (2008). Pencemaran dan Toksikologi
Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.
International Agency for Reserach on Cancer WHO.
(1993). Berrilium, Cadmium, Mercury, and Exposures in the Glass
Manufacturing. Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risk to
Humans. Vol. 58. .
Lestarisa, T. (2010). Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Keracunan Merkuri (Hg) pada Penambang Emas Tanpa Ijin
(PETI) di Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Rianto, S. (2010). Analisis Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Keracunan Merkuri pada Penambang Emas Tradisional di Desa
Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Semarang: Tesis.
Rianto, S., Settiani, O., & Budiyono. (2012).
Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri pada
Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten
Wonogiri. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol.11 No.1, 54-60.
Suma'mur. (1998). Toksikologi Industri.
Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.
Wicaksono, B. E. (2014, August 20). PENCEMARAN
MERKURI : 60 Bayi Wonogiri Keracunan Merkuri. Dipetik 12 12, 2014, dari
www.solopos.com.
Widowati, W., Sastiono, A., & Raymond, J. R.
(2008). Efek Toksik Logam "Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran". Yogyakarta: Penerbit Andi.
Wurdiyanto, G. (2007). Merkuri, Bahayanya dan
Pengukurannya. Buletin ALARA Volume 7.
Yanuar, A. (2000). Toksisitas Merkuri di Sekitar
Kita. Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.