Kamis, 22 Mei 2014

PRINSIP-PRNSIP PENYUSUNAN PROGRAM K3



Sebagai sebuah sistem manajemen, K3 tidak dapat dipisahkan dari suatu sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan. Program K3 yang telah ditetapkan akan berjalan efektif jika didukung dan dilaksanakan oleh seluruh bagian atau departemen yang ada dalam suatu organisasi perusahaan. Oleh karena itu, dalam penyusunan program K3 harus mempertimbangkan semua aspek yang terkait dalam perusahaan seperti aspek produksi, finansial, sosial, psikologi, budaya kerja dan manajemen. Isu cross-cutting dalam K3 menjadi perhatian bagi para pakar, akademisi dan praktisi K3 dalam penyusunan dan pelaksanaan program K3 yang terarah dan terencana.


a.       Prinsip-Prinsip Penyusunan Program K3

Sebuah organisasi perusahaan perlu mengembangkan strategi perencanaan yang baik dalam menerapkan aspek K3 melalui program-program yang disusun berdasarkan prinsip yang terencana dan terarah. Dalam sebuah sistem manajemen, perencanaan sebuah program harus mempertimbangkan prinsip SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realiable, Timetable). Sebuah program K3 harus bersifat spesifik yang berarti bahwa program-program yang dibuat sedapat mungkin tidak menimbulkan kebingunan bagi pihak yang diberi tugas untuk melaksanakannya, mudah terukur dalam hal pencapaian hasilnya dengan ditetapkannya target dan indikator keberhasilan pencapaiannya. Sebuah program K3 juga harus bersifat mudah untuk dilaksanakan sehingga dapat berjalan efektif dan efisien sesuai dengan kemampuan perusahaan serta realistis dalam hal pembiayaan dan kemampuan orang yang melaksanakannya dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Dalam menetapkan program K3 terdapat beberapa referensi yang dapat dijadikan acuan, salah satunya adalah OHSAS 18001:2007 klausul 4.8.3 tentang objektif dan program K3 “Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan memelihara dokumen objektif K3pada fungsi dan tingkatan yang sesuai dalam organisasi”. Menurut  Ramli ( 2009),  untuk mencapai objektif yang telah ditetapkan, organisasi harus menyusun program kerja yang merefleksikan kebijakan organisasi. Rencana kerja ini disusun untuk setiap tingkatan manajemen sebagai landasan operasional dengan mempertimbangkan:
·         Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk pencapaiannya disetiap tingkatan, fungsi dan departemen. Program K3 sebaiknyadiintegrasikan dengan program organisasi secara keseluruhan sehingga menjadi salah satu aspek dalam pencapaian sasaran organisasi.
·         Sarana dan sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai program kerja yang telah ditetapkan misalnya pendanaan, tenaga, peralatan dan lainnya.
·         Jangka waktu atau jadwal pelaksanaan dan penyelesaian program kerja.
b.      Dasar  Penyusunan Program K3

Dalam penyusunan program K3 dalam suatu perusahaan, terdapat landasan atau dasar-dasar yang melatarbelakangi pembuatan suatu program diantaranya adalah hasil  risk assessment dari suatu kegiatan produksi untuk mengetahui potensi-potensi bahaya dan resiko ditempat kerja. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian resiko yaitu, metode kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Sebelum melakukan penilaian resiko perlu diketahui bisnis proses suatu kegiatan produksi suatu industri, dalam setiap tahapan proses produksi terdapat beberapa bahaya yang dapat menimpa pekerja sehingga berpotensi menyebabkan kecelakaan dan gangguan kesehatan. Adapun proses produksi suatu industri garmen dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


Faktor-faktor penyebab yang dapat membahayakan tenaga kerja sudah seharusnya dicegah, dikendalikan, diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Untuk mencegah berbagai gangguan yang muncul, maka terlebih dahulu perlu diketahui  proses produksi dan identifikasi permasalahannya, cara pemantauan, dan standar-standar yang berlaku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang umum ditemukan di industri garmen adalah :
1.    Faktor Lingkungan Kerja memungkinkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja, sebagaimana terlihat pada penjelasan di bawah ini.
Proses Produksi dan Faktor Lingkungan Kerja
·      Gudang Bahan : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
·      Pola dan Pemotongan Bahan : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
·      Menjahit : penerangan, iklim kerja, getaran, debu, uap formaldehyde
·      Pemotong Sisa Benang : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
·      Pengecekan Kualitas : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
·      Seterika : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
·      Finishing: penerangan, iklim kerja, debu, kapas, uap formaldehyde
·      Pengemasan : penerangan, iklim kerja, debu karton, uap formaldehyde

2.    Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja, hal-hal yang menjadi permasalahan berkaitan dengan potensi bahaya kecelakaan kerja pada industri garmen adalah sebagai berikut :
·      Gudang memiliki potensi bahaya kebakaran
·      Bagian Pola/ potong memiliki potensi bahaya jari tangan terpotong, tersengat arus litrik
·      Bagian Jahit memiliki potensi bahaya jari terkena jarum, tersengat arus listrik, kebakaran
·      Bagian Pasang Kancing memiliki potensi bahayajari tergencet mesin kancing, tersengat arus listrik
·      Bagian Seterika memiliki potensi bahaya tersengat arus listrik, kebakaran
·      Bagian Pengemasan memiliki potensi bahaya tergores, barang terjatuh

3.    Keserasian peralatan dan sarana kerja dengan tenaga kerja. Keserasian peralatan dan sarana harus diperhatikan oleh pihak perusahaan dan disesuaikan dengan tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Kesalahan yang disebabkan ketidakserasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga kerja dapat menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam keselamatan dan kesehatan kerja. Beberapa permasalahan seperti ini yang ditemukan di industri garmen :
·      Bagian pemotongan kain, jahit dan seterika, faktor ergonomi yang mempengaruhi adalah ukuran meja, kursi duduk, sikap dan sistem kerja
·      Bagian pengemasan, faktor ergonomi yang mempengaruhi adalah kegiatan angkat junjung, sikap dan cara kerja, ruang gerak.
Beberapa permasalahan di atas sangat umum ditemukan di industri garmen. Dan seperti kebanyakan yang terjadi di industri, terkadang penyelesaian permaslahan tersebut mendapatkan resistansi dari manajemen.



c.       Identifikasi Masalah Industri Garmen di Indonesia
Berdasarkan Baseline Reports : Worker Perspectives from the Factory and Beyond yang disusun oleh ILO, ada beberapa masalah tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya di Industri Garmen Indonesia. Secara garis besar berikut beberapa permasalahan di Industri Garmen yang terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja :
Identifikasi Permasalahan
Klasifikasi
Hambatan dan Akar Permasalahan
Solusi Penyelesaian
>80% Lulusan SMP/SMU
Faktor Individu
Industri garmen merupakan industri yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga tidak mensyaratkan pekerja berpendidikan tinggi

39,9% tidak memiliki pengalaman kerja
Faktor Individu (Skill dan Pengalaman)
Pekerja yang tidak berpengalaman dapat menghambat kecepatan produksi dikarenakan harus dilatih terlebih dahulu
Memperbaiki sistem perekrutan karyawan dengan mensyaratkan penglaman bekerja minimal 1 tahun
>38% berkeluarga dan memiliki anak
Faktor Individu
Konsentrasi pekerja wanita yang memiliki anak akan terbagi untuk keluarga dan pekerjaannya
Pihak manajemen perlu memberikan perhatian khusus bagi pekerja wanita yang sudah berkeluarga dan memiliki anan
>53% mengeluhkan masalah severe thirst
Faktor Kesehatan kerja
Target produksi yang sangat tinggi serta kondisi lingkungan kerja yang panas membuat pekerja selalu merasa kehausan, yang berakibat kesehatan pekerja menurun karena dehidrasi
Penyediaan air minum yang cukup bagi pekerja
42% severe fatigue
Faktor Kesehatan Kerja
Faktor kelelahan sangat berbahaya dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja
Pihak manajemen harus memperhatikan jam kerja karyawan agar tidak melampaui jam kerja yang telah ditentukan
30,6% stomach pain
Faktor Kesehatan Kerja
Tidak ada waktu untuk makan karena dikejar target menyebabkan pekerja telat makan sehingga berakibat pada gangguan kesehatan
Manajemen harus memberikan waktu kepada pekerja untuk istirahat dan makan
41,5% dizziness (pusing)
Faktor Kesehatan Kerja
Kondisi lingkungan kerja yang tidak baik serta pola makan dan istirahat yang tidak teratur menyebabkan gangguan kesehatan pada pekerja
Pneyediaan klinik untuk berobat
46% back and neck ache
Faktor Kesehatan Kerja, Regonomi
Tempatk kerja tidak ergonomis, terlalu lama pada posisi yang sama
Mengatur posisi dan tempat kerja
>59% concern terhadap bahaya ditempat kerja
Faktor Keselamatan Kerja
>41% kurang concern terhadap bahaya kerja, bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang bahaya ditempat kerja
Penyediaan informasi dan pelatihan tentang bahaya ditempat kerja
>40% mengeluhkan bekerja dihari weekend
Faktor Psikologi
Masalah aturan jam kerja karyawan dikarenakan dikejar produksi
Manajemen memberikan kesempatan untuk libur
Makan sambil bekerja
Faktor Kesehatan Kerja
Tidak ada jam istirahat untuk makan karena mengejar produksi
Pengaturan waktu untuk istirahat makan dan disediakan tempat makan
Bekerja dihari minggu
Faktor Psikologi
Target produksi yang tinggi
Manajemen memberikan kesempatan untuk libur
Tidak ada pengaturan jam kerja lembur
Faktor Manajemen
Sistem pengaturan jam kerja lembur tidak jelas
Pihak manajemen harus memperhatikan jam kerja karyawan agar tidak melampaui jam kerja yang telah ditentukan
Upah rendah, dibawah standar, keluar masuk karyawan tinggi
Faktor Manajemen
Sistem perjanjian kerja karyawan tidak memihak karyawan
Penyesuaian upah sesuai aturan UMR yang telah ditetapkan Pemerintah
Slip gaji tidak lengkap info tentang bonus tidak jelas
Faktor Manajemen
Sistem administrasi pembayaran gaji tidak jelas
Memperbaiki sistem administrasi dan transparansi
65%tergabung dalam Trade Union Member
Faktor Manajemen
-
Manajemen harus memberikan kebebasan kepada pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja
>80% terikat kontrak namun  67,7% non permanent
Faktor Manajemen
Pekerja industri garmen biasanya merupakan karyawan outsourcing
Manajemen harus memberi kesempatan kepada pekerja yang memiliki prestasi untuk diangkat jadi karyawan tetap
35,4% sudah mendapatkan training K3
Faktor Keselamatan Kerja
Program pelatihan K3 belum menyentuh keseluran karyawan
Program pelatihan K3 harus diberikan kepada seluruh pekerja
<30%  mendapatkan training
Faktor Manajemen
Program pelatihan K3 belum menyentuh keseluran karyawan
Program pelatihan K3 harus diberikan kepada seluruh pekerja
85,2% mendapatkan sexual harrasment
Faktor Psikologi
Sangsi terhadap pelaku kekerasan tidak tegas
Harus dibentuk badan advokasi bagi karyawan
79,4% verbal abuse
Faktor Psikologi
Sangsi terhadap pelaku kekerasan tidak tegas
Harus dibentuk badan advokasi bagi karyawan
87,4% physical abuse
Faktor Psikologi
Sangsi terhadap pelaku kekerasan tidak tegas
Harus dibentuk badan advokasi bagi karyawan
>30% mendiskusikan masalah dengan supervisor/trade union rep.
Faktor Psikologi
Rata-rata pekerja tidak berani menyampaikan masalahnya
Harus dibentuk badan advokasi bagi karyawan
>50% merasa supervisor menyelesaikan masalah dengan tidak respek
Faktor Psikologi
Atasan tidak peduli terhadap permasalahan para pekerja
Harus dibentuk badan advokasi bagi karyawan
Kurang sejahtera, sedih, dan tidak punya harapan untuk masa depan
Faktor Psikologi
Tingkat kesejahteraan karyawan pabrik masih rendah
Manajemen harus memperhatikan kesejahteraan pekerja
>80% sangat tertarik mendapatkan informasi tentang K3 dan informasi
Faktor Keselamatan Kerja
-
Terus digalakan pelaksanaan program K3

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa industri garmen di Indonesia masih banyak permasalahan yang merugikan pekerja atau buruh pabrik. Masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan aspek pendidikan, skill dan pengalaman kerja, upah buruh yang rendah, kesejahteraan pekerja belum diperhatikan, jam kerja yang tidak teratur dan sebagainya. Para pekerja industri garmen umumnya adalah wanita yang baru lulus SMP/SMA, sebagian dari pekerja wanita sudah berkeluarga dan memiliki anak sehingga konsentrasinya terbagi kedalam pekerjaan dan rumah tangga, hal ini disebabkan karena faktor ekonomi yang tidak mencukupi sehingga wanita yang sudah memiliki anak harus ikut mencari penghasilan. Tak jarang para pekerja wanita tersebut mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi dari rekan kerja maupun atasan seperti kekerasan seksual, perlakuan kasar berupa ucapan dan fisik.
Dari permasalahan yang ada, dapat disederhanakan bahwa permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja di industri garmen terkait dengan pekerja itu sendiri dan komitmen manajemen terhadap masalah K3. Untuk itu perlu dibangun program-program keselamatan dan kesehatan kerja yang dipayungi oleh komitmen dan kebijakan manajemen.
Sesuai dengan skema yang disusun oeh James Reason dalam bukunya Managing the Risks of Organizational Accidents, bahwa penyebab dasar suatu insiden atau kecelakaan kerja adalah kesalahan pada organisasi/ manajemen. Berdasarkan model tersebut, maka perlu disusun Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mencakup mulai dari komitmen dan kebijakan manajemen hingga penerapan K3 di tempat kerja dan pekerja.


Pelaksanaan program K3 tidak akan berjalan efektif jika persoalan-persoalan tersebut belum diatasi oleh pihak-pihak terkait, sehingga dalam penyusunan program K3 diharapkan dapat mengakomodir aspek-aspek yang terkait. ­cross cutting issue dalam K3 dapat direfleksikan dalam suatu program K3 perusahaan seperti aspek psikologis sosial pekerja, budaya, kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja serta meningkatkan komitmen manajemen dalam melaksanakan program K3 untuk mendukung kelangsungan usaha yang kompetitif.
Berikut ini program K3 yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan garmen berdasarkan isu-isu yang saling berkaitan.
TUJUAN
HASIL
PROGRAM
Kecelakaan Nihil (Zero Accident )
Di Tempat Kerja
Penerapan/Sertifikat Standar SMK3
Menyusun Sistem Manajemen K3 berdasar standar Sistem Manajemen K3
Sarana untuk membahas isu-isu dalam K3 serta masalah yang berkaitan dengan pekerja
Susunan kepanitian terdiri dari perwakilan pekerja dan manajemen
Membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dan Unit
Tanggap Darurat
Mengendalikan bahaya-bahaya yang muncul ditempat kerja untuk menghindari kecelakaan kerja dan PAK
Register bahaya dan resiko
Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko
Melindungi pekerja dari bahaya dan resiko di tempat kerja
Semua pekerja mendapatkan APD yang sesuai serta mendapatkan informasi tentang K3
Penyediaan peralatan K3 (APD, Rambu, Tanda Bahaya & Poster K3 dan Papan Informasi K3)
Mempersiapkan dalam menghadapi situasi darurat seperti kecelakaan kebakaran gempa bumi, dll.
Pekerja memahami prosedur dalam menghadapi situasi gawat darurat
Penyediaan Aset Tanggap Darurat (Alarm Bahaya, Detektor Kebakaran, Hidran,
Tabung Pemadam/APAR, Kotak P3K, Radio Komunikasi dan Sarana Berkumpul
Darurat)
Mengatur aktifitas pekerjaan sesuai dengan aturan keselamatan
Terdapat prosedur-prosedur yang berkaitan dengan keselamatan dalam bekerja
Pengendalian Operasional (Prosedur Keselamatan Kerja, Ijin Kerja Aman, Induksi
K3)
Pekerja memahami dan memiliki skill dalam hal bekerja yang aman dan selamat
Seluruh pekerja mendapatkan tarining yang dibutuhkan
Mengadakan Pelatihan untuk menigkatkan skill dan pengetahuan pekerja tentang K3 (Dasar K3, Bahaya di tempat kerja, Cara Kerja Aman, P3K dan
Tanggap Darurat)
Memantau dan meminimalisir bahaya-bahaya ditempat kerja
Pelaksanaan pemantauan lingkungan kerja secara berkala
Melakukan Pemantauan K3 secara berkala seperti suhu, kelembaban udara, debu, kebisingan
Melaporkan hasil/kinerja pelaksanaan K3
Meeting dilakukan setiap bulan
Meeting Berkala (Presentasi Kinerja K3)
Membudayakan K3 dalam setiap aktivitas pekerjaan
Seluruh pekerja mengikuti kegiatan safety talk, dll
Safety talk, toolbox meeting dan safety briefing
Meningkatkan peran serta pekerja dalam kegiatan K3
Pekerja mendapatkan penghargaan bagi yang melaksanakan program K3 dengan baik
Program safety reward dan punishment
Memastikan pelaksanaan program K3 berjalan dengan baik
Hasil inspeksi
Melakukan inspeksi K3 secara rutin
Memantau kesehatan pekerja dan menghindari paparan sumber bahaya
Seluruh pekerja mendapatkan pemeriksaan secara berkala
Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala
Menghindari kecelakaan akibat kelelahan dalam bekerja
Prosedur jam kerja aman
Membuat prosedur tentang aturan jam kerja yang aman untuk menghindari fatigue, jam istirahat yang cukup
Mengatasi keluhan pekerja tentang kehausan selama bekerja
Setiap sudut ruangan tersedia air minum
Menyediakan air minum disetiap ruangan untuk pekerja
Menyediakan sarana pengobatan bagi pekerja
Klinik pengobatan tersedia
Menyediakan klinik untuk pekerja
Menciptakan rasa aman bagi pekerja selama bekerja
Dibentuknya sistem pelaporan dan penyelesaian masalah
Memberikan advokasi dan perlindungan kepada pekerja terhadap kekerasan yang menimpa pekerja

Dari penyusunan program K3 tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.    Pelatihan kompetensi tertentu memberikan pengetahuan khusus kepada pekerja mengenai ilmu/ keterampilan spesifik di bidang/ bagian kerjanya. Diharapkan dengan mendapatkan pelatihan ini, minimal pekerja yang belum memiliki pengalaman kerja mengetahui prosedur yang benar dalam melaksanakan pekerjaannya.
b.    Penyusunan SOP memberikan aturan-aturan tentang bagaimana dan apa yang boleh serta tidak boleh dilakukan selama bekerja atau selama ada di tempat kerja. Dengan menaati batasan-batasan yang ada, prekondisi tindakan tidak selamat dapat dihindari.
c.    OHS Toolbox Meeting sebagai media 2 arah dari pihak HSE dan pekerja untuk menyampaikan informasi-informasi tentang keselamatan. Di samping itu sebagai sarana pelatihan kepada pekerja tentang keselamatan spesifik pada bidang/ bagian tertentu.
d.   OHS Inspection merupakan cara dari HSE untuk mengevaluasi kelayakan K3 yang ada di tempat kerja serta menemukan dan merekomendasikan perbaikan atas ketidaksesuaian yang ditemukan di tempat kerja. Di samping itu, sesekali diadakan inspeksi bersama jajaran manajemen dengan tujuan agar manajemen mengetahui kondisi terkini pekerja dan tempat kerja khususnya mengenai permasalahan K3.
e.    OHS Forum merupakan forum mediasi antara HSE dan jajaran manajemen (level supervisor ke atas) untuk membahas isu, permasalahan, dan ketidaksesuaian terkait K3 yang tidak dapat diselesaikan di level pekerja atau HSE, di dalamnya termasuk tentang pengaturan jam kerja, lembur, dan tata krama hubungan atasan dan bawahan.
f.     5R (ringkas, rapi, resik, rawat, rajin) bermaksud menciptakan tempat kerja yang nyaman dan aman bagi pekerja itu sendiri. Dengan begitu diharapkan stres akibat kenyamanan ruang kerja dan permasalahan ergonomi di tempat kerja dapat dihindari.
g.    OHS Award sebagai wadah pemberian penghargaan bagi jajaran pekerja dan manajemen yang berprestasi dalam menerapkan K3, termasuk yang melaksanakan rekayasa administratif dan rekayasa teknis untuk tujuan menciptakan pekerjaan yang lebih selamat.
h.    Poster K3 berfungsi sebagai pengingat bagi seluruh pekerja tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam menunjang produktivitas.
i.      Pemeriksaan kesehatan sebagai komitmen manajemen melindungi sumber daya manusianya dan sebagai usaha preventif kehilangan jam kerja orang.

j.      Sertifikasi SMK3 yang dapat dicapai memberikan nilai tambah bagi perusahaan sehingga memberikan motivasi bagi manajemen dan pekerja untuk tetap mempertahankan prestasi K3 yang telah dicapai.




DAFTAR PUSTAKA

Bab II,. http://www.repository.ipb.ac.id, diunduh 22 Desember 2013, Pukul 20.05 wib.
Baseline Report: Worker Perspectives from the Factory and Beyond. 2012. ILO.
Ramli, Soehatman. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, OHSAS 18001. Dian Rakyat.

Reason, James. 2006. Managing the Risks of Organizational Accidents. Ashgate.