Sebagai sebuah sistem manajemen, K3 tidak dapat dipisahkan dari
suatu sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan. Program K3 yang telah
ditetapkan akan berjalan efektif jika didukung dan dilaksanakan oleh seluruh
bagian atau departemen yang ada dalam suatu organisasi perusahaan. Oleh karena
itu, dalam penyusunan program K3 harus mempertimbangkan semua aspek yang
terkait dalam perusahaan seperti aspek produksi, finansial, sosial, psikologi,
budaya kerja dan manajemen. Isu cross-cutting dalam K3 menjadi perhatian
bagi para
pakar, akademisi dan praktisi K3 dalam
penyusunan dan pelaksanaan program K3 yang terarah dan terencana.
a.
Prinsip-Prinsip
Penyusunan Program K3
Sebuah organisasi perusahaan perlu mengembangkan strategi
perencanaan yang baik dalam menerapkan aspek K3 melalui program-program yang
disusun berdasarkan prinsip yang terencana dan terarah. Dalam sebuah sistem
manajemen, perencanaan sebuah program harus mempertimbangkan prinsip SMART (Specific,
Measurable, Achievable, Realiable, Timetable). Sebuah program K3 harus
bersifat spesifik yang berarti bahwa program-program yang dibuat sedapat
mungkin tidak menimbulkan kebingunan bagi pihak yang diberi tugas untuk
melaksanakannya, mudah terukur dalam hal pencapaian hasilnya dengan
ditetapkannya target dan indikator keberhasilan pencapaiannya. Sebuah program
K3 juga harus bersifat mudah untuk dilaksanakan sehingga dapat berjalan efektif
dan efisien sesuai dengan kemampuan perusahaan serta realistis dalam hal
pembiayaan dan kemampuan orang yang melaksanakannya dengan jangka waktu yang
telah ditetapkan.
Dalam menetapkan program K3 terdapat beberapa referensi yang dapat
dijadikan acuan, salah satunya adalah OHSAS 18001:2007 klausul 4.8.3 tentang
objektif dan program K3 “Organisasi harus menetapkan, menjalankan dan
memelihara dokumen objektif K3pada fungsi dan tingkatan yang sesuai dalam
organisasi”. Menurut Ramli ( 2009), untuk mencapai objektif yang telah
ditetapkan, organisasi harus menyusun program kerja yang merefleksikan
kebijakan organisasi. Rencana kerja ini disusun untuk setiap tingkatan
manajemen sebagai landasan operasional dengan mempertimbangkan:
·
Penentuan
tanggung jawab dan wewenang untuk pencapaiannya disetiap tingkatan, fungsi dan
departemen. Program K3 sebaiknyadiintegrasikan dengan program organisasi secara
keseluruhan sehingga menjadi salah satu aspek dalam pencapaian sasaran
organisasi.
·
Sarana dan
sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai program kerja yang telah ditetapkan
misalnya pendanaan, tenaga, peralatan dan lainnya.
·
Jangka waktu
atau jadwal pelaksanaan dan penyelesaian program kerja.
b.
Dasar Penyusunan Program K3
Dalam penyusunan program K3 dalam suatu perusahaan, terdapat
landasan atau dasar-dasar yang melatarbelakangi pembuatan suatu program
diantaranya adalah hasil risk
assessment dari suatu kegiatan produksi untuk mengetahui potensi-potensi
bahaya dan resiko ditempat kerja. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan
dalam melakukan penilaian resiko yaitu, metode kualitatif, semi kuantitatif dan
kuantitatif. Sebelum melakukan penilaian resiko perlu diketahui bisnis proses
suatu kegiatan produksi suatu industri, dalam setiap tahapan proses produksi
terdapat beberapa bahaya yang dapat menimpa pekerja sehingga berpotensi
menyebabkan kecelakaan dan gangguan kesehatan. Adapun proses produksi suatu
industri garmen dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Faktor-faktor
penyebab yang dapat membahayakan tenaga kerja sudah seharusnya dicegah,
dikendalikan, diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Untuk mencegah berbagai
gangguan yang muncul, maka terlebih dahulu perlu diketahui proses produksi dan identifikasi permasalahannya,
cara pemantauan, dan standar-standar yang berlaku. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja yang umum
ditemukan di industri garmen adalah :
1.
Faktor Lingkungan Kerja memungkinkan
dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja, sebagaimana terlihat pada penjelasan
di bawah ini.
Proses Produksi dan Faktor Lingkungan
Kerja
· Gudang
Bahan : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
· Pola
dan Pemotongan Bahan : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
· Menjahit
: penerangan, iklim kerja, getaran, debu, uap formaldehyde
· Pemotong
Sisa Benang : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
· Pengecekan
Kualitas : penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
· Seterika
: penerangan, iklim kerja, debu, uap, formaldehyde
· Finishing:
penerangan, iklim kerja, debu, kapas, uap formaldehyde
· Pengemasan
: penerangan, iklim kerja, debu karton, uap formaldehyde
2.
Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja, hal-hal
yang menjadi permasalahan berkaitan dengan potensi bahaya kecelakaan kerja pada
industri garmen adalah sebagai berikut :
·
Gudang memiliki potensi bahaya kebakaran
·
Bagian Pola/ potong memiliki potensi
bahaya jari tangan terpotong, tersengat arus litrik
·
Bagian Jahit memiliki potensi bahaya
jari terkena jarum, tersengat arus listrik, kebakaran
·
Bagian Pasang Kancing memiliki potensi
bahayajari tergencet mesin kancing, tersengat arus listrik
·
Bagian Seterika memiliki potensi bahaya
tersengat arus listrik, kebakaran
·
Bagian Pengemasan memiliki potensi
bahaya tergores, barang terjatuh
3. Keserasian
peralatan dan sarana kerja dengan tenaga kerja. Keserasian peralatan dan sarana
harus diperhatikan oleh pihak perusahaan dan disesuaikan dengan tenaga kerja
yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi. Kesalahan yang
disebabkan ketidakserasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga kerja
dapat menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam keselamatan
dan kesehatan kerja. Beberapa permasalahan seperti ini yang ditemukan di
industri garmen :
· Bagian
pemotongan kain, jahit dan seterika, faktor ergonomi yang mempengaruhi adalah
ukuran meja, kursi duduk, sikap dan sistem kerja
· Bagian
pengemasan, faktor ergonomi yang mempengaruhi adalah kegiatan angkat junjung,
sikap dan cara kerja, ruang gerak.
Beberapa
permasalahan di atas sangat umum ditemukan di industri garmen. Dan seperti
kebanyakan yang terjadi di industri, terkadang penyelesaian permaslahan
tersebut mendapatkan resistansi dari manajemen.
c.
Identifikasi
Masalah Industri Garmen di Indonesia
Berdasarkan
Baseline Reports : Worker Perspectives
from the Factory and Beyond yang disusun oleh ILO, ada beberapa masalah tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
khususnya di Industri Garmen Indonesia. Secara garis besar berikut beberapa
permasalahan di Industri Garmen yang terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja :
Identifikasi
Permasalahan
|
Klasifikasi
|
Hambatan
dan Akar Permasalahan
|
Solusi
Penyelesaian
|
>80%
Lulusan SMP/SMU
|
Faktor
Individu
|
Industri
garmen merupakan industri yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga tidak mensyaratkan
pekerja berpendidikan tinggi
|
|
39,9%
tidak memiliki pengalaman kerja
|
Faktor
Individu (Skill dan Pengalaman)
|
Pekerja
yang tidak berpengalaman dapat menghambat kecepatan produksi dikarenakan
harus dilatih terlebih dahulu
|
Memperbaiki
sistem perekrutan karyawan dengan mensyaratkan penglaman bekerja minimal 1
tahun
|
>38%
berkeluarga dan memiliki anak
|
Faktor
Individu
|
Konsentrasi
pekerja wanita yang memiliki anak akan terbagi untuk keluarga dan
pekerjaannya
|
Pihak
manajemen perlu memberikan perhatian khusus bagi pekerja wanita yang sudah
berkeluarga dan memiliki anan
|
>53%
mengeluhkan masalah severe thirst
|
Faktor
Kesehatan kerja
|
Target
produksi yang sangat tinggi serta kondisi lingkungan kerja yang panas membuat
pekerja selalu merasa kehausan, yang berakibat kesehatan pekerja menurun
karena dehidrasi
|
Penyediaan
air minum yang cukup bagi pekerja
|
42%
severe fatigue
|
Faktor
Kesehatan Kerja
|
Faktor
kelelahan sangat berbahaya dapat berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
dan kecelakaan kerja
|
Pihak
manajemen harus memperhatikan jam kerja karyawan agar tidak melampaui jam
kerja yang telah ditentukan
|
30,6%
stomach pain
|
Faktor
Kesehatan Kerja
|
Tidak
ada waktu untuk makan karena dikejar target menyebabkan pekerja telat makan
sehingga berakibat pada gangguan kesehatan
|
Manajemen
harus memberikan waktu kepada pekerja untuk istirahat dan makan
|
41,5%
dizziness (pusing)
|
Faktor
Kesehatan Kerja
|
Kondisi
lingkungan kerja yang tidak baik serta pola makan dan istirahat yang tidak
teratur menyebabkan gangguan kesehatan pada pekerja
|
Pneyediaan
klinik untuk berobat
|
46%
back and neck ache
|
Faktor
Kesehatan Kerja, Regonomi
|
Tempatk
kerja tidak ergonomis, terlalu lama pada posisi yang sama
|
Mengatur
posisi dan tempat kerja
|
>59%
concern terhadap bahaya ditempat kerja
|
Faktor
Keselamatan Kerja
|
>41%
kurang concern terhadap bahaya kerja, bisa dikarenakan kurangnya pengetahuan
tentang bahaya ditempat kerja
|
Penyediaan
informasi dan pelatihan tentang bahaya ditempat kerja
|
>40%
mengeluhkan bekerja dihari weekend
|
Faktor
Psikologi
|
Masalah
aturan jam kerja karyawan dikarenakan dikejar produksi
|
Manajemen
memberikan kesempatan untuk libur
|
Makan
sambil bekerja
|
Faktor
Kesehatan Kerja
|
Tidak
ada jam istirahat untuk makan karena mengejar produksi
|
Pengaturan
waktu untuk istirahat makan dan disediakan tempat makan
|
Bekerja
dihari minggu
|
Faktor
Psikologi
|
Target
produksi yang tinggi
|
Manajemen
memberikan kesempatan untuk libur
|
Tidak
ada pengaturan jam kerja lembur
|
Faktor
Manajemen
|
Sistem
pengaturan jam kerja lembur tidak jelas
|
Pihak
manajemen harus memperhatikan jam kerja karyawan agar tidak melampaui jam
kerja yang telah ditentukan
|
Upah
rendah, dibawah standar, keluar masuk karyawan tinggi
|
Faktor
Manajemen
|
Sistem
perjanjian kerja karyawan tidak memihak karyawan
|
Penyesuaian
upah sesuai aturan UMR yang telah ditetapkan Pemerintah
|
Slip
gaji tidak lengkap info tentang bonus tidak jelas
|
Faktor
Manajemen
|
Sistem
administrasi pembayaran gaji tidak jelas
|
Memperbaiki
sistem administrasi dan transparansi
|
65%tergabung
dalam Trade Union Member
|
Faktor
Manajemen
|
-
|
Manajemen
harus memberikan kebebasan kepada pekerja untuk bergabung dengan serikat
pekerja
|
>80%
terikat kontrak namun 67,7% non
permanent
|
Faktor
Manajemen
|
Pekerja
industri garmen biasanya merupakan karyawan outsourcing
|
Manajemen
harus memberi kesempatan kepada pekerja yang memiliki prestasi untuk diangkat
jadi karyawan tetap
|
35,4%
sudah mendapatkan training K3
|
Faktor
Keselamatan Kerja
|
Program
pelatihan K3 belum menyentuh keseluran karyawan
|
Program
pelatihan K3 harus diberikan kepada seluruh pekerja
|
<30% mendapatkan training
|
Faktor
Manajemen
|
Program
pelatihan K3 belum menyentuh keseluran karyawan
|
Program
pelatihan K3 harus diberikan kepada seluruh pekerja
|
85,2%
mendapatkan sexual harrasment
|
Faktor
Psikologi
|
Sangsi
terhadap pelaku kekerasan tidak tegas
|
Harus
dibentuk badan advokasi bagi karyawan
|
79,4%
verbal abuse
|
Faktor
Psikologi
|
Sangsi
terhadap pelaku kekerasan tidak tegas
|
Harus
dibentuk badan advokasi bagi karyawan
|
87,4%
physical abuse
|
Faktor
Psikologi
|
Sangsi
terhadap pelaku kekerasan tidak tegas
|
Harus
dibentuk badan advokasi bagi karyawan
|
>30%
mendiskusikan masalah dengan supervisor/trade union rep.
|
Faktor
Psikologi
|
Rata-rata
pekerja tidak berani menyampaikan masalahnya
|
Harus
dibentuk badan advokasi bagi karyawan
|
>50%
merasa supervisor menyelesaikan masalah dengan tidak respek
|
Faktor
Psikologi
|
Atasan
tidak peduli terhadap permasalahan para pekerja
|
Harus
dibentuk badan advokasi bagi karyawan
|
Kurang
sejahtera, sedih, dan tidak punya harapan untuk masa depan
|
Faktor
Psikologi
|
Tingkat
kesejahteraan karyawan pabrik masih rendah
|
Manajemen
harus memperhatikan kesejahteraan pekerja
|
>80%
sangat tertarik mendapatkan informasi tentang K3 dan informasi
|
Faktor
Keselamatan Kerja
|
-
|
Terus
digalakan pelaksanaan program K3
|
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa industri garmen di
Indonesia masih banyak permasalahan yang merugikan pekerja atau buruh pabrik.
Masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan aspek pendidikan, skill dan
pengalaman kerja, upah buruh yang rendah, kesejahteraan pekerja belum
diperhatikan, jam kerja yang tidak teratur dan sebagainya. Para pekerja
industri garmen umumnya adalah wanita yang baru lulus SMP/SMA, sebagian dari
pekerja wanita sudah berkeluarga dan memiliki anak sehingga konsentrasinya
terbagi kedalam pekerjaan dan rumah tangga, hal ini disebabkan karena faktor
ekonomi yang tidak mencukupi sehingga wanita yang sudah memiliki anak harus
ikut mencari penghasilan. Tak jarang para pekerja wanita tersebut mendapatkan
perlakuan yang tidak manusiawi dari rekan kerja maupun atasan seperti kekerasan
seksual, perlakuan kasar berupa ucapan dan fisik.
Dari
permasalahan yang ada, dapat disederhanakan bahwa permasalahan keselamatan dan
kesehatan kerja di industri garmen terkait dengan pekerja itu sendiri dan
komitmen manajemen terhadap masalah K3. Untuk itu perlu dibangun
program-program keselamatan dan kesehatan kerja yang dipayungi oleh komitmen
dan kebijakan manajemen.
Sesuai dengan skema
yang disusun oeh James Reason dalam bukunya Managing
the Risks of Organizational Accidents, bahwa penyebab dasar suatu insiden
atau kecelakaan kerja adalah kesalahan pada organisasi/ manajemen. Berdasarkan
model tersebut, maka perlu disusun Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang mencakup mulai dari komitmen dan kebijakan manajemen hingga
penerapan K3 di tempat kerja dan pekerja.
Pelaksanaan program K3 tidak akan berjalan efektif jika
persoalan-persoalan tersebut belum diatasi oleh pihak-pihak terkait, sehingga
dalam penyusunan program K3 diharapkan dapat mengakomodir aspek-aspek yang
terkait. cross cutting issue dalam K3 dapat direfleksikan dalam suatu
program K3 perusahaan seperti aspek psikologis sosial pekerja, budaya,
kesadaran akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam meningkatkan
kesejahteraan pekerja serta meningkatkan komitmen manajemen dalam melaksanakan
program K3 untuk mendukung kelangsungan usaha yang kompetitif.
Berikut ini program K3 yang dapat diimplementasikan oleh perusahaan
garmen berdasarkan isu-isu yang saling berkaitan.
TUJUAN
|
HASIL
|
PROGRAM
|
Kecelakaan Nihil (Zero Accident )
Di Tempat Kerja
|
Penerapan/Sertifikat Standar SMK3
|
Menyusun Sistem Manajemen K3 berdasar
standar Sistem Manajemen K3
|
Sarana untuk membahas isu-isu dalam K3
serta masalah yang berkaitan dengan pekerja
|
Susunan
kepanitian terdiri dari perwakilan pekerja dan manajemen
|
Membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
dan Unit
Tanggap Darurat
|
Mengendalikan
bahaya-bahaya yang muncul ditempat kerja untuk menghindari kecelakaan kerja
dan PAK
|
Register bahaya dan resiko
|
Identifikasi Bahaya, Penilaian dan
Pengendalian Resiko
|
Melindungi
pekerja dari bahaya dan resiko di tempat kerja
|
Semua
pekerja mendapatkan APD yang sesuai serta mendapatkan informasi tentang K3
|
Penyediaan peralatan K3 (APD, Rambu, Tanda Bahaya & Poster
K3 dan Papan Informasi K3)
|
Mempersiapkan
dalam menghadapi situasi darurat seperti kecelakaan kebakaran gempa bumi,
dll.
|
Pekerja
memahami prosedur dalam menghadapi situasi gawat darurat
|
Penyediaan Aset Tanggap Darurat (Alarm Bahaya, Detektor
Kebakaran, Hidran,
Tabung Pemadam/APAR, Kotak P3K, Radio Komunikasi dan Sarana
Berkumpul
Darurat)
|
Mengatur
aktifitas pekerjaan sesuai dengan aturan keselamatan
|
Terdapat
prosedur-prosedur yang berkaitan dengan keselamatan dalam bekerja
|
Pengendalian Operasional (Prosedur Keselamatan Kerja, Ijin Kerja
Aman, Induksi
K3)
|
Pekerja
memahami dan memiliki skill dalam hal bekerja yang aman dan selamat
|
Seluruh
pekerja mendapatkan tarining yang dibutuhkan
|
Mengadakan Pelatihan untuk menigkatkan skill dan pengetahuan
pekerja tentang K3 (Dasar K3, Bahaya di tempat kerja, Cara Kerja Aman, P3K
dan
Tanggap Darurat)
|
Memantau
dan meminimalisir bahaya-bahaya ditempat kerja
|
Pelaksanaan
pemantauan lingkungan kerja secara berkala
|
Melakukan Pemantauan K3 secara berkala seperti suhu, kelembaban
udara, debu, kebisingan
|
Melaporkan
hasil/kinerja pelaksanaan K3
|
Meeting
dilakukan setiap bulan
|
Meeting Berkala (Presentasi Kinerja K3)
|
Membudayakan
K3 dalam setiap aktivitas pekerjaan
|
Seluruh
pekerja mengikuti kegiatan safety talk, dll
|
Safety talk, toolbox meeting dan safety briefing
|
Meningkatkan
peran serta pekerja dalam kegiatan K3
|
Pekerja
mendapatkan penghargaan bagi yang melaksanakan program K3 dengan baik
|
Program safety reward dan punishment
|
Memastikan
pelaksanaan program K3 berjalan dengan baik
|
Hasil
inspeksi
|
Melakukan inspeksi K3 secara rutin
|
Memantau
kesehatan pekerja dan menghindari paparan sumber bahaya
|
Seluruh
pekerja mendapatkan pemeriksaan secara berkala
|
Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala
|
Menghindari
kecelakaan akibat kelelahan dalam bekerja
|
Prosedur
jam kerja aman
|
Membuat prosedur tentang aturan jam kerja yang aman untuk
menghindari fatigue, jam istirahat yang cukup
|
Mengatasi
keluhan pekerja tentang kehausan selama bekerja
|
Setiap
sudut ruangan tersedia air minum
|
Menyediakan air minum disetiap ruangan untuk pekerja
|
Menyediakan
sarana pengobatan bagi pekerja
|
Klinik
pengobatan tersedia
|
Menyediakan klinik untuk pekerja
|
Menciptakan
rasa aman bagi pekerja selama bekerja
|
Dibentuknya
sistem pelaporan dan penyelesaian masalah
|
Memberikan advokasi dan perlindungan kepada pekerja terhadap
kekerasan yang menimpa pekerja
|
Dari penyusunan program K3 tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a.
Pelatihan kompetensi tertentu memberikan
pengetahuan khusus kepada pekerja mengenai ilmu/ keterampilan spesifik di
bidang/ bagian kerjanya. Diharapkan dengan mendapatkan pelatihan ini, minimal
pekerja yang belum memiliki pengalaman kerja mengetahui prosedur yang benar
dalam melaksanakan pekerjaannya.
b.
Penyusunan SOP memberikan aturan-aturan
tentang bagaimana dan apa yang boleh serta tidak boleh dilakukan selama bekerja
atau selama ada di tempat kerja. Dengan menaati batasan-batasan yang ada,
prekondisi tindakan tidak selamat dapat dihindari.
c.
OHS
Toolbox Meeting sebagai media 2 arah dari pihak HSE dan pekerja untuk menyampaikan
informasi-informasi tentang keselamatan. Di samping itu sebagai sarana
pelatihan kepada pekerja tentang keselamatan spesifik pada bidang/ bagian
tertentu.
d.
OHS
Inspection merupakan cara dari HSE untuk mengevaluasi kelayakan K3 yang ada di tempat kerja serta
menemukan dan merekomendasikan perbaikan atas ketidaksesuaian yang ditemukan di
tempat kerja. Di samping itu, sesekali diadakan inspeksi bersama jajaran
manajemen dengan tujuan agar manajemen mengetahui kondisi terkini pekerja dan
tempat kerja khususnya mengenai permasalahan K3.
e.
OHS
Forum merupakan forum mediasi antara HSE dan jajaran manajemen (level supervisor ke atas) untuk membahas
isu, permasalahan, dan ketidaksesuaian terkait K3 yang tidak dapat diselesaikan
di level pekerja atau HSE, di
dalamnya termasuk tentang pengaturan jam kerja, lembur, dan tata krama hubungan
atasan dan bawahan.
f.
5R (ringkas, rapi, resik, rawat, rajin)
bermaksud menciptakan tempat kerja yang nyaman dan aman bagi pekerja itu
sendiri. Dengan begitu diharapkan stres akibat kenyamanan ruang kerja dan
permasalahan ergonomi di tempat kerja dapat dihindari.
g.
OHS
Award sebagai wadah pemberian penghargaan bagi jajaran
pekerja dan manajemen yang berprestasi dalam menerapkan K3, termasuk yang
melaksanakan rekayasa administratif dan rekayasa teknis untuk tujuan
menciptakan pekerjaan yang lebih selamat.
h.
Poster K3 berfungsi sebagai pengingat
bagi seluruh pekerja tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam
menunjang produktivitas.
i.
Pemeriksaan kesehatan sebagai komitmen
manajemen melindungi sumber daya manusianya dan sebagai usaha preventif
kehilangan jam kerja orang.
j.
Sertifikasi SMK3 yang dapat dicapai
memberikan nilai tambah bagi perusahaan sehingga memberikan motivasi bagi
manajemen dan pekerja untuk tetap mempertahankan prestasi K3 yang telah
dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Bab
II,. http://www.repository.ipb.ac.id, diunduh 22 Desember 2013, Pukul
20.05 wib.
Baseline
Report: Worker Perspectives from the Factory and Beyond. 2012. ILO.
Ramli,
Soehatman. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, OHSAS
18001. Dian Rakyat.
Reason,
James. 2006. Managing the Risks of Organizational Accidents. Ashgate.
Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009
sangat membantu.
BalasHapusThnks.
terimakasih
BalasHapus