Minggu, 06 Juli 2014

KERAGAMAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Pengenalan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Dalam suatu perusahaan, diperlukan sebuah sistem manajemen yang mengatur tata kelola seluruh kegiatan yang ada dalam perusahaan tersebut. Mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hingga dokumentasi. Begitupun untuk masalah keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan sistem manajemen untuk membagi tanggung jawab terhadap tindakan yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja, menetapkan standar kerja dan kerangka kerja, dan memfasilitasi penegakan aturan terkait keselamatan dan kesehatan kerja.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan sebuah sistem yang menghubungkan dan menyusun urutan proses guna mencapai tujuan tertentu, serta menciptakan suatu cara pengelolaan keselamatan dan kesehaan kerja yang teridentifikasi dan dapat dilakukan terus menerus. Dalam penerapannya, terdapat kerancuan pengertian SMK3 dan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Manajemen K3 merupakan bagian dari SMK3 yang terdiri dari proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan sumber daya dan lain sebagainya untuk mencapai keselamatan dan kesehatan untuk pekerja. Sedangkan SMK3 merupakan bagian yang lebih luas yang menjadi bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif



Keragaman Penerapan SMK3
Alasan mendasar untuk implementasi SMK3 dibagi menjadi 3 (tiga) menurut Frick dan Wren (2000 : 38), yaitu metode voluntary, mandatory, dan hibrid. Metode voluntary merupakan SMK3 yang diterapkan perusahaan atas kemauannya sendiri dengan tujuan yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawan atau aktualisasi sebagai bagian dari warga negara yang baik, meskipun ada alasan lain untuk mengurangi biaya asuransi. Sedangkan untuk metode mandatory merupakan SMK3 yang dibangun perusahaan karena memang diharuskan oleh legislasi/ peraturan di negara atau daerah tersebut. Di samping itu dikenal ada metode semi-mandatory, SMK3 dibangun atas permintaan pasar yang mengharuskan pemenuhan terhadap legislasi/ peraturan. Untuk metode hibrid merupakan kombinasi dari metode voluntary dan mandatory, sebagian SMK3 dibangun atas dasar kesadaran dan kerelaan perusahaan dan sebagian lain dibangun karena untuk pemenuhan terhadap legislasi/ peraturan.
Jika dilihat dari cara penerapannya, SMK3 memiliki banyak ragam, hal ini terkait dengan perusahaan dan/ atau bidang industri di mana SMK3 itu dibangun. Hal ini erat hubungannya dengan jenis bahaya yang dihadapi, besar kecilnya area kerja, statistik kejadian dan cedera yang pernah terjadi, struktur organisasi perusahaan/ korporasi, dan keanggotaan perusahaan dalam suatu persatuan/ asosiasi. Hal-hal tersebutlah yang menentukan kompleksitas dari Sistem Manajamen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dibangun. Tetapi pada dasarnya, keragaman SMK3 yang dibangun tetap menggunakan 2 (dua) strategi utama, yaitu strategi pengendalian bahaya (yang dikenal dengan safe place control strategy) dan strategi pengendalian peilaku (yang dikenal dengan safe person control strategy). Keduanya dilakukan dengan pelaksanaan manajemen baik dengan pendekatan tradisional ataupun pendekatan yang inovatif. Pendekatan tradisional sangat tergantung pada aturan keselamatan yang diterapkan oleh supervisor, dan tidak menganggap penting keterlibatan karyawan secara langsung dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sedangkan dalam pendekatan inovatif, manajemen memiliki peranan penting untuk mengintegrasikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada sistem manajemen yang lebih luas dan melibatkan karyawan secara aktif dalam pelaksanaannya.

Membangun SMK3 yang Efektif
Terdapat 3 (tiga) hal yang menyebabkan kegagalan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu kegagalan perancangan sistem (system design faults), kegagalan fasiltas audit mendeteksi kegagalan sistem, dan keterbatasan dalam penerapan SMK3.  Pertama, kegagalan perancangan sistem yang digunakan diakibatkan oleh kesalahan dalam mengartikan sistem yang dibutuhkan oleh organisasi, tidak adanya keterlibatan karyawan dalam merancang sistem yang dibangun, komitmen manajemen dan organisasi yang lemah, kegagalan integrasi SMK3 dengan fungsi sistem manajemen yang lebih luas, dan penolakan karyawan terhadap ahli K3 serta kegagalan dalam memberi pengetahuan tentang K3 kepada karyawan. Kedua, kegagalan fasilitas audit dalam mendeteksi kegagalan sistem dikarenakan audit menjadi kontra-produktif terhadap tujuan pelaksanaannya. Hal ini disebabkan keterbasan kemampuan auditor, standar, dan prosedur, kegagalan penerapan kriteria audit sesuai dengan tujuan dan kebutuhan organisasi, audit hanya berfokus pada bahaya yang nyata dan mengenyampingkan bahaya laten dan bahaya jangka panjang terhadap kesehatan, serta audit gagal dalam menggambarkan kondisi penerapan SMK3 yang telah dicapai seperti komitmen manajemen, perecanaan, implementasi, dan evaluasi. Ketiga, keterbatasan dalam penerapan SMK3 yang disebabkan karena terkadang perusahaan yang kecil menerapkan SMK3 yang kompleks, kesulitan dalam penerapan pada perusahaan dengan pekerja paruh waktu atau kontrak, dan kontribusi masalah terkait K3 yang banyak disebabkan oleh kontraktor tidak diatur dalam sistem.
Dari uraian ketiga penyebab kegagalan di atas, keefektifan dan kesuksesan penerapan SMK3 ditentukan oleh 3 faktor besar, yaitu komitmen manajemen puncak, integrasi SMK3 dengan sistem manajemen yang lebih luas, dan keterlibatan karyawan secara aktif dalam pelaksanaan SMK3.
a.       Komitmen manajemen puncak menjadi pendukung utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi SMK3. Manajemen menampilkan kepemimpinan yang dapat menjadi contoh langsung dalam penerapan K3. Terkadang komitmen manajemen ini bisa dilihat dari seberapa besar anggaran yang disiapkan untuk membangun dan mengelola SMK3. Di samping itu manajemen menyediakan sarana komunikasi dan konsultasi antara karyawan dan manajemen, khusunya terkait masalah K3.
b.      Integrasi SMK3 dengan sistem manajemen yang lebih luas dalam suatu organisasi/ perusahaan sangat bermanfaat untuk mengendalikan dan mengurangi kegagalan nyata dan tersembunyi (obvious and latent failure), khususnya yang terkait masalah kualitas yang disebabkan oleh sistem. Dengan integrasi ini diharapkan manajemen menjadi aktor utama dalam pelaksanaan SMK3 diantaranya dengan pertimbangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam setiap keputusan yang akan diambil.
c.       Keterlibatan karyawan secara aktif dalam pelaksanaan SMK3 dibutuhkan karena salah satu ciri berjalannya SMK3 adalah adanya konsultasi karyawan dan manajemen dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam semua kegiatan. Tanpa adanya konsultasi, sistem tidak akan bekerja, karena sistem hanya dianggap sebagai peraturan yang memberatkan dan bukan sesuatu yang dibangun bersama untuk tujuan bersama. Dukungan karyawan dalam pelaksanaan SMK3 sangat penting, salah satu alasannya adalah karyawan lah yang mengetahui betul jenis bahaya yang ada dalam proses kerja mereka. Dan media komunikasi akan memfasilitasi karyawan untuk memberikan informasi kepada manajemen dan kemudian manajemen menetukan tindakan pengendalian yang akan dilakukan.

Kesimpulan
1.    Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan sebuah sistem yang menghubungkan dan menyusun urutan proses guna mencapai tujuan tertentu, serta menciptakan suatu cara pengelolaan keselamatan dan kesehaan kerja yang teridentifikasi dan dapat dilakukan terus menerus.
2.    Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) memiliki banyak ragam sesuai perusahaan/ bidang industri di mana SMK3 itu dibangun. Hal ini erat hubungannya dengan jenis bahaya yang dihadapi, besar kecilnya area kerja, statistik kejadian dan cedera yang pernah terjadi, struktur organisasi perusahaan/ korporasi, dan keanggotaan perusahaan dalam suatu persatuan/ asosiasi. Meskipun begitu, strategi yang digunakan secara umum dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu safe place control strategy dan safe person control strategy.
3.    Keefektifan dan kesuksesan penerapan SMK3 ditentukan oleh 3 faktor besar, yaitu komitmen manajemen puncak, integrasi SMK3 dengan sistem manajemen yang lebih luas, dan keterlibatan karyawan secara aktif dalam pelaksanaan SMK3.

Referensi
Gallagher, Clare. (1997) Health & Safety Management Systems : An Analysis of System Types and Effectiveness. National Key Centre in Industrial Relations. Sidney.
Gallagher, C., Underhill, E., Rimmer, M. (2001) Occupational Health and Safety Management System “ A Review of Their Effectiveness in Securing Healthy and Safe Workplaces”. National Occupational Health and Safety Commission. Sydney.
Makin, A.M., Winder, C., (2008) A New Conceptual Framework to Improve the Application of Occupational Health and Safet management Systems. Safety Science 46 (2008) 935-948. Australia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar