Pengenalan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3)
Dalam
suatu perusahaan, diperlukan sebuah sistem manajemen yang mengatur tata kelola
seluruh kegiatan yang ada dalam perusahaan tersebut. Mulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, hingga dokumentasi. Begitupun untuk masalah
keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan sistem manajemen untuk membagi
tanggung jawab terhadap tindakan yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan
di tempat kerja, menetapkan standar kerja dan kerangka kerja, dan memfasilitasi
penegakan aturan terkait keselamatan dan kesehatan kerja.
Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan sebuah sistem yang
menghubungkan dan menyusun urutan proses guna mencapai tujuan tertentu, serta
menciptakan suatu cara pengelolaan keselamatan dan kesehaan kerja yang
teridentifikasi dan dapat dilakukan terus menerus. Dalam penerapannya, terdapat
kerancuan pengertian SMK3 dan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Manajemen
K3 merupakan bagian dari SMK3 yang terdiri dari proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengontrolan sumber daya dan lain sebagainya untuk mencapai
keselamatan dan kesehatan untuk pekerja. Sedangkan SMK3 merupakan bagian yang
lebih luas yang menjadi bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3 dalam pengendalian risiko
yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien,
dan produktif
Keragaman Penerapan SMK3
Alasan
mendasar untuk implementasi SMK3 dibagi menjadi 3 (tiga) menurut Frick dan Wren
(2000 : 38), yaitu metode voluntary,
mandatory, dan hibrid. Metode voluntary
merupakan SMK3 yang diterapkan perusahaan atas kemauannya sendiri dengan
tujuan yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawan atau aktualisasi sebagai
bagian dari warga negara yang baik, meskipun ada alasan lain untuk mengurangi
biaya asuransi. Sedangkan untuk metode mandatory
merupakan SMK3 yang dibangun perusahaan karena memang diharuskan oleh
legislasi/ peraturan di negara atau daerah tersebut. Di samping itu dikenal ada
metode semi-mandatory, SMK3 dibangun
atas permintaan pasar yang mengharuskan pemenuhan terhadap legislasi/
peraturan. Untuk metode hibrid merupakan kombinasi dari metode voluntary dan mandatory, sebagian SMK3 dibangun atas dasar kesadaran dan kerelaan
perusahaan dan sebagian lain dibangun karena untuk pemenuhan terhadap
legislasi/ peraturan.
Jika
dilihat dari cara penerapannya, SMK3 memiliki banyak ragam, hal ini terkait
dengan perusahaan dan/ atau bidang industri di mana SMK3 itu dibangun. Hal ini
erat hubungannya dengan jenis bahaya yang dihadapi, besar kecilnya area kerja,
statistik kejadian dan cedera yang pernah terjadi, struktur organisasi
perusahaan/ korporasi, dan keanggotaan perusahaan dalam suatu persatuan/
asosiasi. Hal-hal tersebutlah yang menentukan kompleksitas dari Sistem
Manajamen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dibangun. Tetapi pada dasarnya,
keragaman SMK3 yang dibangun tetap menggunakan 2 (dua) strategi utama, yaitu strategi
pengendalian bahaya (yang dikenal dengan safe
place control strategy) dan strategi pengendalian peilaku (yang dikenal
dengan safe person control strategy).
Keduanya dilakukan dengan pelaksanaan manajemen baik dengan pendekatan
tradisional ataupun pendekatan yang inovatif. Pendekatan tradisional sangat
tergantung pada aturan keselamatan yang diterapkan oleh supervisor, dan tidak
menganggap penting keterlibatan karyawan secara langsung dalam pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sedangkan dalam pendekatan inovatif, manajemen
memiliki peranan penting untuk mengintegrasikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada sistem manajemen yang lebih luas dan melibatkan karyawan secara aktif
dalam pelaksanaannya.
Membangun SMK3 yang Efektif
Terdapat
3 (tiga) hal yang menyebabkan kegagalan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu kegagalan perancangan sistem (system design faults), kegagalan
fasiltas audit mendeteksi kegagalan sistem, dan keterbatasan dalam penerapan
SMK3. Pertama, kegagalan perancangan
sistem yang digunakan diakibatkan oleh kesalahan dalam mengartikan sistem yang
dibutuhkan oleh organisasi, tidak adanya keterlibatan karyawan dalam merancang
sistem yang dibangun, komitmen manajemen dan organisasi yang lemah, kegagalan
integrasi SMK3 dengan fungsi sistem manajemen yang lebih luas, dan penolakan
karyawan terhadap ahli K3 serta kegagalan dalam memberi pengetahuan tentang K3
kepada karyawan. Kedua, kegagalan fasilitas audit dalam mendeteksi kegagalan
sistem dikarenakan audit menjadi kontra-produktif terhadap tujuan
pelaksanaannya. Hal ini disebabkan keterbasan kemampuan auditor, standar, dan
prosedur, kegagalan penerapan kriteria audit sesuai dengan tujuan dan kebutuhan
organisasi, audit hanya berfokus pada bahaya yang nyata dan mengenyampingkan
bahaya laten dan bahaya jangka panjang terhadap kesehatan, serta audit gagal
dalam menggambarkan kondisi penerapan SMK3 yang telah dicapai seperti komitmen
manajemen, perecanaan, implementasi, dan evaluasi. Ketiga, keterbatasan dalam
penerapan SMK3 yang disebabkan karena terkadang perusahaan yang kecil
menerapkan SMK3 yang kompleks, kesulitan dalam penerapan pada perusahaan dengan
pekerja paruh waktu atau kontrak, dan kontribusi masalah terkait K3 yang banyak
disebabkan oleh kontraktor tidak diatur dalam sistem.
Dari
uraian ketiga penyebab kegagalan di atas, keefektifan dan kesuksesan penerapan
SMK3 ditentukan oleh 3 faktor besar, yaitu komitmen manajemen puncak, integrasi
SMK3 dengan sistem manajemen yang lebih luas, dan keterlibatan karyawan secara
aktif dalam pelaksanaan SMK3.
a.
Komitmen manajemen puncak menjadi pendukung
utama dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi SMK3. Manajemen menampilkan
kepemimpinan yang dapat menjadi contoh langsung dalam penerapan K3. Terkadang
komitmen manajemen ini bisa dilihat dari seberapa besar anggaran yang disiapkan
untuk membangun dan mengelola SMK3. Di samping itu manajemen menyediakan sarana
komunikasi dan konsultasi antara karyawan dan manajemen, khusunya terkait
masalah K3.
b.
Integrasi SMK3 dengan sistem manajemen yang
lebih luas dalam suatu organisasi/ perusahaan sangat bermanfaat untuk
mengendalikan dan mengurangi kegagalan nyata dan tersembunyi (obvious and latent failure), khususnya
yang terkait masalah kualitas yang disebabkan oleh sistem. Dengan integrasi ini
diharapkan manajemen menjadi aktor utama dalam pelaksanaan SMK3 diantaranya
dengan pertimbangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam setiap keputusan yang
akan diambil.
c.
Keterlibatan karyawan secara aktif dalam
pelaksanaan SMK3 dibutuhkan karena salah satu ciri berjalannya SMK3 adalah
adanya konsultasi karyawan dan manajemen dalam perencanaan, implementasi, dan
evaluasi dalam semua kegiatan. Tanpa adanya konsultasi, sistem tidak akan
bekerja, karena sistem hanya dianggap sebagai peraturan yang memberatkan dan
bukan sesuatu yang dibangun bersama untuk tujuan bersama. Dukungan karyawan
dalam pelaksanaan SMK3 sangat penting, salah satu alasannya adalah karyawan lah
yang mengetahui betul jenis bahaya yang ada dalam proses kerja mereka. Dan
media komunikasi akan memfasilitasi karyawan untuk memberikan informasi kepada
manajemen dan kemudian manajemen menetukan tindakan pengendalian yang akan
dilakukan.
Kesimpulan
1.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) merupakan sebuah sistem yang menghubungkan dan menyusun urutan proses guna
mencapai tujuan tertentu, serta menciptakan suatu cara pengelolaan keselamatan
dan kesehaan kerja yang teridentifikasi dan dapat dilakukan terus menerus.
2.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) memiliki banyak ragam sesuai perusahaan/ bidang industri di mana SMK3
itu dibangun. Hal ini erat hubungannya dengan jenis bahaya yang dihadapi, besar
kecilnya area kerja, statistik kejadian dan cedera yang pernah terjadi,
struktur organisasi perusahaan/ korporasi, dan keanggotaan perusahaan dalam
suatu persatuan/ asosiasi. Meskipun begitu, strategi yang digunakan secara umum
dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu safe
place control strategy dan safe
person control strategy.
3.
Keefektifan dan kesuksesan penerapan SMK3
ditentukan oleh 3 faktor besar, yaitu komitmen manajemen puncak, integrasi SMK3
dengan sistem manajemen yang lebih luas, dan keterlibatan karyawan secara aktif
dalam pelaksanaan SMK3.
Referensi
Gallagher, Clare. (1997) Health & Safety Management Systems : An Analysis of System Types and
Effectiveness. National Key Centre in Industrial Relations. Sidney.
Gallagher, C., Underhill, E., Rimmer, M. (2001) Occupational Health and Safety Management
System “ A Review of Their Effectiveness in Securing Healthy and Safe
Workplaces”. National Occupational Health and Safety Commission. Sydney.
Makin, A.M., Winder, C., (2008) A New Conceptual Framework to Improve the Application of Occupational
Health and Safet management Systems. Safety Science 46 (2008) 935-948.
Australia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar