Manajemen keselamatan proses merupakan upaya proaktif untuk
mengidentifikasi, evaluasi, dan mitigasi atau preventif lepasan dari proses
yang terjadi akibat kegagalan proses, prosedur, atau peralatan.
Menurut Occupational Safety and
Health Administration dalam OSHA 3132 (2000), ada 11 (sebelas) elemen dalam
Manajemen Keselamatan Proses :
- Informasi keselamatan
proses;
- Analisis bahaya
proses;
- Prosedur operasi;
- Partisipasi
pekerja;
- Pelatihan;
- Kontraktor;
- Pre-startup safety
review;
- Integritas
mekanik;
- Izin kerja;
- Manajemen
perubahan;
- Investigasi
kecelakaan;
- Kesiapsiagaan dan
penanggulangan kedaruratan;
- Audit keselamatan.
1. Informasi
Keselamatan Proses
Elemen ini merupakan tahapan membuat dan memelihara informasi keselamatan
yang terkait dengan spesifikasi tempat kerja, bahaya, peralatan, dan teknologi
yang digunakan dalam proses. Tahapan ini adalah pengenalan terhadap tempat
kerja dan proses yang akan dilakukan sebelum melakukan analisis terhadap bahaya
proses. Hasil dari tahpan ini merupakan dasar untuk melakukan analisis terhadap
bahaya yang ada pada proses. Informasi keselamatan ini mencakup bahan/ material
berbahaya, teknologi, dan perlatan yang digunakan dalam proses.
Informasi tentang bahan/ material yang digunakan dalam proses berisi
tentang spesifikasi dan ciri khas dari material tersebut seperti yang tercantum
dalam Material Safety Data Sheet (MSDS) yang diantaranya memuat
toksikitas, nilai batas pajanan yang diperbolehkan, data fisik, data
reaktivitas, data korosivitas, data kestabilan temperatur dan bentuk kimia, dan
efek berbahaya jika dicampur dengan bahan/ material lain.
Informasi tentang teknologi yang digunakan paling tidak harus memuat
diagram alir dari proses kerja, kimia proses (jika ada), pengawasan terhadap
inventori, nilai batas aman atas dan batas aman bawah (contoh : temperatur,
tekanan, debit, komposisi), dan evaluasi terhadap akibat jika terjadi deviasi,
termasuk efeknya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Jika informasi ini
belum tersedia di petunjuk manual atau informasi teknis, maka informasi ini
dapat didapatkan dengan proses analisis bahaya.
Informasi tentang peralatan yang digunakan dalam proses minimal memuat informasi
tentang materi penyusun, diagram pemipaan dan instrumentasi, kelistrikan, disain
dasar dan disain sistem, disain sistem ventilasi, standar disain, keseimbangan
material dan energi yang digunakan dalam proses, dan sistem keselamatan.
Kompilasi dari informasi-informasi di atas merupakan dasar untuk
identifikasi dan mengerti tentang bahaya yang ada dalam proses,serta sangat
membantu dalam tahapan analisis bahaya. Di samping itu informasi-informasi itu
sangat berguna dalam dokumentasi manajemen keselamatan proses, seperti
kaitannya dengan manajemen perubahan dan investigasi kecelakaan.
2. Analisis Bahaya
Proses
Pada tahapan ini dilakukan penilaian terhadap bahaya di tempat kerja,
termasuk perkiraan dan identifikasi sumber bahaya potensial, identifikasi
kejadian terdahulu yang mempunyai konsekuensi katastropik, perkiraan dampak
bagi tempat kerja, dan efeknya bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Analisis
bahaya proses dilakukan berdasarkan prioritas proses yang dilakukan yang
didalamnya terdapat bahaya proses itu sendiri, banyaknya pekerja yang memiliki
potensi terpajan, lamanya proses, dan sejarah pengoperasiannya. Dan untuk
tahapan ini perlu dilakukan pemutakhiran dan validasi ulang terhadap hasil
analisis secara periodik.
Banyak metode yang bisa digunakan untuk melakukan analisis bahaya proses,
dan pemilihan metode ini didasarkan pada kesesuaian dan kompleksitas dari
proses yang dianalisis. Beberapa metode yang dapat digunakan di antaranya :
- What-if;
- Checklist;
- Kombinasi what-if/checklist;
- Hazard and operability study (HAZOP);
- Failure mode and effects analysis (FMEA);
- Fault tree analysis (FTA);
Apapun metode yang
digunakan, proses analisis bahaya harus memuat :
Ø Informasi bahaya dalam proses;
Ø Identifikasi terhadap kejadian terdahulu yang
memiliki konsekuensi katastropik;
Ø Pengendalian teknis dan administratif yang dapat
dilakukan, termasuk peringatan dini jika terjadi deviasi/ lepasan dan
instrumentasi pemantauan dan pengendalian;
Ø Konsekuensi yang terjadi bila terjadi kegagalan
pengendalian teknis dan administratif;
Ø Tapak fasilitas;
Ø Faktor manusia yang berkontribusi;
Ø Efek keselamatan dan kesehatan bagi pekerja jika
terjadi kegagalan.
Pelaksanaan
terbaik dari tahapan ini sebaiknya dilakukan oleh tim yang terdiri dari orang
yang ahli dalam bidang teknis, operasi proses, mempunyai pengalaman dalam
proses, dan juga yang memiliki pengetahuan dengan metode analisis yang
digunakan.
3. Prosedur Operasi
Dalam tahapan ini
dilakukan penyusunan dan penerapan prosedur operasi tertulis, termasuk prosedur
untuk masing-masing fase operasi batasan operasi, dan pertimbangan keselamatan
dan kesehatan. Prosedur tertulis yang disusun membantu proses berjalan dengan
benar, konsisten, dan dapat dengan mudah dikomunikasikan dengan operator/ pekerja.
Prosedur yang baik memuat langkah-langkah berikut :
- Initial
starup;
- Pengoperasian normal;
- Emergency
shutdown, termasuk siapa
yang bertanggungjawab dalam memutuskan dan melakukannya agar emergency shutdown dilakukan dengan
aman dan tepat;
- Pengopersian saat darurat;
- Normal
shutdown;
- Startup
setelah penggantian, atau
setelah emergency shutdown.
- Batasan operasi, seperti : konsekuensi jika
terjadi deviasi, langkah-langkah untuk mengkoreksi deviasi;
- Pertimbangan keselamatan dan kesehatan kerja,
di antaranya : bahan/material yang digunakan, upaya pencegahan pajanan
(teknis, administratif, APD), pengendalian kualitas terhadap material dan
inventori kimia; bahaya spesifik; dan sistem keselamatan (interlock, dll)
Prosedur operasi
sangat bermanfaat dalam pelatihan pekerja baru. Oleh karena itu, harus
dilakukan evaluasi secara periodik terhadap prosedur operasi untuk meyakinkan
kekinian dan kesesuaian prosedur tersebut dengan proses yang dilakukan di
tempat kerja.
4. Partisipasi Pekerja
Dalam Manajemen
Keselmatan Proses, pekerja dituntut berperan aktif baik dalam berkonsultasi
dengan supervisornya mengenai pekerjaannya, ikut serta dalam analisis bahaya
proses, serta turut andil melaksanakan elemen-elemen manajemen proses.
5. Pelatihan
Yang terkait
dengan pelatihan yang dimaksud dalam Manajemen Keselamatan Proses adalah
pelaksanaan pelatihan awal, pelatihan penyegaran, dan melakukan dokumentasi
pelatihan.
Ø Pelatihan awal
Implementasi dari pelatihan yang
efektif merupakan langkah penting bagi seorang pekerja untuk meningktkan
keselamatan kerja. Oleh karena itu, manajemen keselamatan proses mensyaratkan
pekerja baru atau pekerja lama dengan pekerjaan yang baru harus dilatih dengan
proses tersebut, termasuk prosedur pekerjaan yang benar. Materi pelatihan yang
dilakukan harus memuat informasi bahaya keselamatan dan kesehatan yang
diakibatkan dari proses, operasi dalam keadaan darurat termasuk emergency shutdown, dan praktik kerja
selamat yang harus diterapkan dalam setiap pekerjaan yang akan dilakukan. Sangat
dianjurkan memberikan sertifikat tertulis kepada pekerja setelah mengikuti
pelatihan sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya dalam
mengemban tugas dan tanggung jawabnya dalam proses pekerjaan yang spesifik.
Ø Pelatihan penyegaran
Pelatihan penyegaran harus dilakukan
secara periodik, paling lama 5 tahun sekali, untuk masing-masing jenis
pekerjaan atau kompetensi dengan tujuan menjamin pekerja mengerti dengan pasti
tentang prosedur proses.
Ø Dokumentasi pelatihan
Rekaman harus dipelihara, di mana
rekaman tersebut terdiri dari identifikasi dari pekerjaan, tanggal pelaksanaan
pelatihan, dan hasil evaluasi apakah pekerja berhasil dalam pelatihan tersebut.
6. Kontraktor
Dalam tahapan ini
dipastikan kontraktor dan pegawai kontrak mengetahui dan mematuhi informasi dan
prosedur keselamatan yang ada. Hal ini berlaku baik untuk pegawai kontrak yang
bekerja dalam waktu yang lama dan juga yang bekerja dalam waktu yang singkat.
Manajemen keselamatan proses memberikan persyaratan khusus kepada kontraktor
dan pegawainya dengan menekankan pentingnya setiap orang peduli untuk tidak
melakukan sesuatu yang berbahaya untuk pekerja lainnya.
Sewaktu pemilihan
kontraktor, evaluasi terhadap informasi tentang kontraktor dan pegawainya
mengenai program dan praktik keselamatan harus dilakukan. Sebelum kontraktor
melakukan pekerjaannya, pihak perusahaan harus menginformasikan tentang potensi
kebakaran, ledakan, atau lepasan bahan berbahaya yang terkait dengan pekerjaan
kontraktor. Di samping itu juga menjelaskan tentang program penanggulangan
kedaruratan, implementasi praktik kerja selamat, kendali akses, evaluasi secara
periodik terhadap kontraktor dalam pemenuhan kontrak, dan pelayanan yang
dilakukan jika pegawai kontrak mengalami cidera atau sakit dalam area proses.
Selain kewajiban
perusahaan di atas, kontraktor dan pegawai kontrak memiliki kewajiban :
menjamin bahwa pegawai kontrak telah terlatih, mengetahui potensi bahaya yang
ada, mengerti tentang prosedur penanggulangan kedaruratan, dan menjamin pegawai
kontrak mengikuti aturan keselamatan yang ada di fasilitas termasuk kepatuhan
terhadap prosedur kerja yang ada.
7. Pre-Startup
Safety Review
Pre-startup safety review merupakan tahapan penting dalam review keselamatan
sebelum memasuki daerah kerja atau memulai pekerjaan. Tahapan ini berlaku untuk
fasilitas/ proses baru dan modifikasi fasilitas/ proses yang menyebabkan
perubahan informasi keselamatan secara signifikan. Pre-startup safety review berisi tentang :
- Konstruksi dan peralatan sesuai dengan
spesifikasi disain;
- Keselamatan, pengoperasian, pemeliharaan, dan
prosedur kedaruratan;
- Analisis bahaya proses untuk fasilitas baru
atau fasilitas yang dimodifikasi;
- Pelatihan yang harus dilakukan atau dipenuhi.
8. Integritas Mekanik
Sangatlah penting
untuk melakukan pemeliharaan terhadap integritas mekanik dari peralatan kritis
yang digunakan dalam proses untuk menjamin proses dapat berjalan dengan baik. Beberapa
peralatan yang menjadi perhatian dalam manajemen keselamtan proses di antaranya
: bejana tekan, tangki penyimpanan, sistem dan komponen pemipaan (termasuk
valve), sistem dan perlengkapan ventilasi, sistem emergency shutdown, kontrol (peralatan monitoring, sensor, alarm,
interlok), dan pompa.
Inspeksi dan
pengujian terhadap perlengkapan proses dilakukan berdasarkan prosedur yang
menerapkan pelaksanaan teknik yang baik. Frekuensi pelaksanaan inspeksi dan
pengujian berdasarkan rekomendasi dari manufaktur peralatan itu sendiri, lebih
sering dilakukan itu lebih baik. Setiap data dari kegiatan inspeksi dan
pengujian harus terdokumentasi, termasuk identifikasi tanggal pelaksanaan,
personil yang melakukannya, identifikasi peralatan yang diinspeksi atau diuji,
inspeksi atau pengujian yang dilakukan, dan hasil dari inspeksi atau pengujian.
Defisiensi
peralatan di luar nilai yang diperbolehkan harus diperbaiki sebelum digunakan.
Dalam beberapa kasus, terkadang defisiensi tidak segera diperbaiki karena masih
dalam batas selamat. Sebelum menggunakan fasilitas/ peralatan baru, harus
diyakinkan bahwa peralatan itu sudah diproduksi sesuai dengan kegunaannya dalam
kegiatan proses.
9. Izin Kerja
Izin kerja
merupakan pengendalian administratif yang diberikan saat pekerja akan melakukan
pekerjaan yang memiliki risiko atau bekerja di tempat kerja yang memiliki
potensi bahaya. Tidak hanya terkait dengan pekerjaan itu sendiri, tetapi juga
keterkaitan dengan pekerjaan lain di dekat atau yang terhubung dengan pekerjaan
tersebut. Sebelum izin kerja dikeluarkan, harus dilakukan evaluasi terhadap
pekerjaan yang akan dilakukan. Setelah izin kerja dikeluarkan, sebelum melakukan
pekerjaan, izin kerja harus dikomunikasikan ke bagian atau divisi terkait.
Kemudian izin kerja ini harus didokumentasikan, selain sebagai bukti
pelaksanaan pekerjaan, terkadang izin kerja bermanfaat dalam melakukan analisis
masalah atau investigasi insiden.
10. Manajemen Perubahan
Pada tahapan
manajemen perubahan, dilakukan dengan menyusun dan menerapkan prosedur untuk
mengelola perubahan yang dilakukan (kecuali untuk perubahan dengan spesifikasi
yang sama) untuk proses, teknologi, peralatan, prosedur, fasilitas, dan atau
tempat kerja. Beberapa hal yang harus dimuat dalam manajemen perubahan adalah :
-
Pertimbangan
teknis yang mendasari perubahan
-
Dampak
perubahan bagi keselamatan dan kesehatan kerja
-
Modifikasi
untuk prosedur operasi
-
Waktu yang
dibutuhkan untuk penyesuaian setelah perubahan
-
Kewenangan
yang memutuskan perubahan
Sebelum dan
sesudah melakukan perubahan, banyak hal yang harus dilakukan oleh manajemen.
Selain menginformasikan perubahan itu sendiri, pengkajian sebelum perubahan
dilakukan dan pelatihan yang diperlukan jika melakukan perubahan terhadap
proses atau peralatan proses. Begitu juga dengan informasi keselamatan proses butuh
penyesuaian terhadap perubahan yang dilakukan.
11. Investigasi Kecelakaan
Manajemen
keselamatan proses mensyaratkan pelaksanaan investigasi untuk setiap insiden
yang dapat menyebabkan kecelakaan berdampak di tempat kerja dan dengan temuan
yang ada dapat melakukan koreksi. Investigasi insiden merupakan bagian penting dari
manajemen keselamatan proses, di mana melalui investigasi insiden dapat
diketahui rangkaian kejadian dan penyebab sehingga kita dapat melakukan koreksi
untuk ke depannya dapat berjalan lebih baik dan juga dapat diimplementasikan.
Investigasi
insiden harus dilakukan segera, paling lambat 48 jam setelah kejadian.
Investigasi dilakukan oleh tim yang terdiri dari personil yang meiliki
pengetahuan tentang proses yang dilaksanakan, termasuk melibatkan pegawai
kontrak jika proses itu dilakukan oleh kontraktor, dan personil lain yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam investigasi dan analisis insiden.
Laporan dari investigasi insiden paling tidak memuat :
- Tanggal kejadian;
- Tanggal investigasi dimulai;
- Deskripsi insiden;
- Faktor-faktor yang berkontribusi dalam
insiden;
- Rekomendasi hasil dari investigasi.
12. Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan
Walaupun dengan
perencanaan sebaik apapun, insiden dapat terjadi, oleh karena itu penting untuk
menyusun rencana kedaruratan dan melatih pekerja serta kontraktor peduli
tentang masalah ini. Dalam prosedur penanggulangan kedaruratan juga harus
disertakan bagaimana penanganan terhadap lepasan yang terjadi. Sedangkan
mengenai pelatihan penanggulangan kedaruratan harus dilakukan secara periodik
sesuai skala dan spesifikasi potensi bahaya yang dapat terjadi, seperti untuk
instalasi nuklir diwajibkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir untuk
melaksanakan latihan kedaruratan minimal 1 kali dalam setahun untuk 1 instalasi
nuklir atau fasilitas radiasi & zat radioaktif.
13. Audit Keselamatan
Untuk meyakinkan
bahwa manajemen keselamatan proses berjalan efektif, harus dilakukan audit
secara periodik untuk mengevaluasi pemenuhan terhadap persyaratan yang
ditentukan, meliputi prosedur dan praktik yang dilakukan sesuai standar/
ketentuan atau tidak. Audit ini dapat dilakukan oleh tim atau seseorang yang
memiliki pengetahuan dalam proses dan pelaporan temuan hasil audit tersebut
harus bisa menjadi koreksi dan terdokumentasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
--. Process Safety Management. US Department
of Labor : Occupational Safety and Health Administration. 2000.
Marshall, Vic. Terjemahan : Dasar-dasar Keselamatan Proses.
Bandung : Indonesia Institute For Process and Safety (IIPS). 2007.
Mukharror,
Darmawan A., Presentasi Process Safety : Implementation and
Challenges. Universitas Indonesia. 2013.